Senin, 26 Oktober 2015

Ulasan Pementasan Wayang Kampung Sebelah Berjudul Wawas diri Menakar Berani


Ulasan Pementasan Wayang Kampung Sebelah Berjudul Wawas diri Menakar Berani
Oleh: Zahratul Wahdati

“Suara rakyat bukan dihitung, Tetapi didengarkan. Suara rakyat juga harusnya bukan menjadi objek untuk menang menjadi kepala desa, tetapi menjadi subyek untuk didengarkan.” Kalimat kritik yang diucapkan tokoh berbibir maju ini, menampar keras para bejabat berdasi yang berlomba-lomba untuk mendapat suara lewat janji-janji yang akhirnya entah.  Juga menampar masyarakat yang selama ini dibodohi para bejabat.
Ini adalah salah satu dialog dari satu tokoh dalam pementasan Wayang Kampung Sebelah berjudul Wawas diri Menakar Berani, yang didalangi oleh Ki Slideng Suparman. Tepatnya, diselenggarakan untuk memeriahkan bulan bahasa di Universitas PGRI Semarang, 20 Oktober 2015, di Balairoom UPGRIS. Pementasan wayang ini ditonton oleh mahasiswa FPBS dengan suka cita.
Pementasan Wayang ini berlangsung hampir tiga jam. Dengan mengangkat tema yang sederhana yaitu Wawar diri menakar berani. Tema ini bermaksud bahwa kita bangsa Indonesia mengoreksi diri sendiri, lalu menakar atau mengukur keberanian. Banyak sekali kritik dan nasehat di pementasan wayang ini. Seperti yang kita tahu, wayang memang sarat atas nasehat. Namun, berbeda dengan pementasan wayang lain, pementasan wayang Kampung Sebelah memiliki ciri khas sendiri, yaitu mengangkat tema yang dekat dengan masyarakat, dengan tokoh-tokoh wayang yang realis, dipadukan dengan musik yang tradisional dan modern.
Kebaruan dan Kesegaran Pementasan Wayang Kampung Sebelah.
Pementasan dibuka dengan suara sinden yang menyanyikan lagu berbahasa Indonesia tentang cinta, diiringi musik dangdut yang dipadukan dengan perpaduaan nada dari alat musik tradisional: gamelan, gendang dan seruling, dan alat musik modern: dram, melody, sesofone, dan bass. Dari pembukaan saja sudah sangat menarik. Jauh dari perkiraan penonton, yang menganggap pementasan wayang selalu dibuka dengan suara sinden yang mendayu-dayu menyanyikan tembang jawa--yang selalu dianggap mampu menghinoptis mata untuk tertutup. Dilanjut dengan lagu kedua yang dinyanyikan oleh lelaki pemain melody, suaranya sangat berkarakter dan indah, nyanyiannya juga sangat unik, karena syairnya lucu. Meskipun, syairnya lucu tetapi berisi sindiran kritis mengenai masyarakat yang sulit mencari pekerjaan.
Kemudian, pementasan wayang dimulai ketika Dalang memberi aba-aba yaitu membuka 2 keler dan di belakang keler terdapat garuda berputar-putar. Bayangan-bayangan detail dari ukiran-ukiran yang terdapat dari keler dan garuda sungguh indah dan memiliki seni yang tinggi. Ketika Keler dibuka, terlihatlah seorang wayang bapak-bapak yang menggoyangkan pantatnya. Tangan dalang, sungguh sangat piawai menggerakan tubuh wayang, hingga goyangan pantatnya seperti asli. Pembukaan yang membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Tokoh yang pertama ini bernama Madora Jatul. Karakter yang dibawakan adalah orang madura yang lucu. Ia menjadi narator cerita wayang tersebut, yang akan mengisahkan mengenai ramenya kapanye Desa Bangunjiwa. Lalu, ada dua wayang yang menggambarkan keramaian orang-orang. Dalang dengan kerennya, mendekatkan dan menjauhkan dua wayang orang-orang itu hingga bayangannya terlihat sangat ramai membuat suasana menjadi ramai. Tak hanya membuat suasana setting menjadi ramai, kehadiran dua wayang para orang itu juga menjadi bloking pergantian tokoh wayang. Memunculkan tokoh Pak Klungsur.
Tokoh Pak Klungsur ini adalah salah satu calon kepala Desa Bangunjiwa. Dengan tubuhnya yang gendut, berpakaian jas, dan peci. Karakter ini memiliki menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Inggris. Dan suaranya mirip artis Viki, yang diketahui memiliki ungkapan-ungkapan bertele-tele yang panjang seakan-akan berkataannya itu berat, padahal tidak terlalu bermutu. Tokoh ini mencoba meyakinkan para masyarakat untuk memilihnya. Dialognya yang mirip astis Viki itu membuat penonton tertawa. Kemudian kembali dua wayang para orang menjadi bloking untuk pergantiaan tokoh. Diiringi oleh alunan musik yang keren.
Tokoh berganti menjadi kakek. Kedatangannya tak lupa dengan menari lucu. Kakek, ketua penghitungan suara, ini sedang kebingungan mencari blagbag. Ia lalu memanggil Parjo, satpam. Terjadilah dialog-dialog lucu antara mereka. Kemudian, setelah Parjo pergi, Sobrun datang. Sobrun juga seorang hansip. Tikah Sobrun ini sangat lucu, suaranya yang lambat, mengesankan seperti orang bloon. Ia malah mengira kakek sudah ingin mati, sebab blagbag itu ia artikan peti mati. Tentu, hal ini membuat penonton kembali tertawa. Saat tokoh Sobrun dimarahi kakek, Sobrun menangis. Ia mengatakan bahwa tugas hansip itu beda-beda. Ada yang menjaga blagbag, sedangkan ia menjaga parkiran. Sobrun yang mengatakan dia sensitif tentu saja tidak terima kakek menyalahkan hilangnya blagbag itu karena dia. Akhirnya, Sobrun menangis lalu pergi. Sungguh, lucu sekali tingkah Sobrun.
Kemudian datanglah tokoh berbibir maju yang tanpa dosa mengatakan ia yang menyimpan blagbag. Lucunya ketika Kakek memarahinya. Tokoh berbibir maju ini malah balik memarahi Kakek. Dia malah menjadikan Kakek yang bersalah. Tokoh berbibir maju mengatakan, ia bertanggung jawab untuk menjaga blagbag makanya ia simpan. Tokoh berbibir maju ini malah mengkritik Kakek yang mengatakan blagbag itu untuk menghitung suara rakyat. Ia meluruskan dengan dialog, “Suara rakyat bukan dihitung, Tetapi didengarkan. Suara rakyat juga harusnya bukan menjadi objek untuk menang menjadi kepala desa, tetapi menjadi subyek untuk didengarkan.” Lalu, karena kesal kakek malah mengusir tokoh berbibir maju ini.
Setelah itu, tokoh Parjo datang menemui Kakek. Ia melaporkan kalau penghitungan suara sudah selessai. Hasilnya Pak Somad yang menang yang partainya bergambar koyor. Tokoh Pak Somad pun datang, suaranya datar, dan terkisan berwibawa, namun lemah. Suaranya mirip sekali seperti Jokowi. Ternyata kemenangan ini adalah hasil manipulasi. Kakek dan para hansiplah yang melakukannya. Kakek mendapat komisi 300 juta oleh Pak Somad. Lalu Kakek mengaku hanya mendapatkan uang 3 juta pada Parjo lalu dibagi tiga. Setelah itu Parjo mengaku hanya mendapatkan uang 300 ribu pada Sobrun lalu dibagi tiga. Sobrun mengatakan, dari atas grojok-grojog kebawah kricik-kricik, padahal aku yang kerja. Hal ini tentu sangat lucu. Namun juga kritis, mengambarkan kalau dari atas sudah mencontohkan korupsi, bawahannya juga ikut-ikutan. Yang kerja orang bawah tetapi yang enak malah orang atasnya.
Kemudian pergantian tokoh. Tokoh berperut buncit datang sambil mengomel-ngomel mengenai kemlaratan dirinya. Kemudian datang tokoh Kampret. Tokoh Kampret ini digambarkan orang yang berpengetahuan luas dan pintar.  Tokoh berperut buncit mengeluh tentang angka kemiskinan yang terus naik. Kampret malah mengatakan kemiskinan itu menurun ke anak cucu. Plesetan yang lucu namun sarat akan sindiran.
Berganti setting kembali yaitu acara hiburan untuk merayakan kemenangan Pak Somad menjadi Kades. Dengan hiburan beberapa artis seperti Bung Ramarimari. Plesetan dari Roma irama. Ia menyanyi lagu piano dengan tikah yang sangat lucu. Lalu yang kedua Syahmarani plesetan dari syahrini. Tokoh Syahmarani itu juga sangat lucu menari dan menyanyi lagu pusing pala bebi. Lalu Bob Marna dengan logat medog purbalinga, ia menyanyi dengan tingkah yang sangat lucu juga. Kemudian Minul plesetan dari Inul, ia bernyanyi lagu liku-liku. Lalu dihentikan oleh tokoh yang protes untuk menghentikan hiburan ini karena Pak Somad yang memanipulasi suara agar menjadi menang. Namun protesnya ini malah ditentang oleh Kampret yang ingin acara hiburan ini tetap ada. Hingga terjadilah pertarungan sengit yang juga melibatkan masyarakat lain. Pertarungan itu diiringi lagu yang keras dan bernada cepat oleh pemain musik hingga menciptakan suasana menjadi semakin ricuh.
Lalu lagu jawa mengalun, lagu yang lembut, yang menjadi suasana teduh, yang menyiratkan kesedihan mengenai keadaan masyarakat yang pada saling bertempur, dan mememberi saran agar hidup itu harus berdamai. Lalu, akhirnya karena pertarungan ini Pak Somad dan Tokoh berperut buncit. Perut Buncit akan bicara tentang pertempuran masa yang mungkin memakan korban, Pak Somad diminta bertindak. Tetapi, Pak Somad tidak mau, dia berdalil kalau dia lurah baru, maka persoalan ini harus diselidiki dulu. Lalu Perut Buncit berkata pada polisi untuk meminta bertindak. Tokoh Polisi berkata menghentikan tawur masa itu tidak dengan pidato tetapi dengan tegas, tetapi juga keras. Tetapi jika polisi melakukannya akan dihadang dengan pasal-pasal hal. Polisi jadi bingung karena tidak bertindak salah bertindak juga salah. Sehingga, polisi serba salah.
Lalu Pak Buncit meminta ke Mas Parjo yang jadi TNI untuk bertindak. Tetapi Mas Parjo juga tidak mau, dia berdalih, TNI tugasnya itu bertugas keamaanaan dan pertahanan, jika hubungan dengan kemasyarakatan itu tugas kepolisian, jika TNI tidak mendapatkan mandat dari kepolisian, maka TNI tidak berani karena menyalahkan prosedur. Lalu Pak Buncit yang memprotes bahwa kebanyakan masa itu kepada Pak Kiyai yang mengatakan bahwa mereka mereka mempertahankan kebenaran. Pak Buncit dengan tegas lalu berkata, oknum oknum seperti kalian yang memanfaatkan agama untuk kepentingan politik. Politik cenderung kotor, dan agamalah yang mensucikan kekotoran itu. Jika agama diseret ke ranah kotoran-kotaran, lalu siapa yang menjernihkan jiwa manusia? Kemudian Pak Buncit meminta lagi Pak Somad untuk bertindak sesuai dengan janji di kampanye. Tetapi Pak Somad untuk mengordinasikan terlebih dulu. Kemudian tokoh Kampret datang, dan mengatakan Pak Buncit salah.
Tokoh Kampret itu mengatakan apa yang dilakukan Pak Buncit itu salah. “Orang-orang yang nyari selamat kok, disuruh nyalamatin rakyat.”
Kita harus saddar dan mawas diri untuk perubahan besar, yaitu kembali ke karakter, ideologi kita yaitu pancasila. Jika kita tidak melakukannya, kita akan menjadi permainan konspirasi global. Penelitian global sudah dirilis bahwa 50 tahun ke depan, mayarakat dunia sangat tergantung dengan sumber alam Indonesia terutama sumber daya laut. Indonesia harus berbagi, kalau tidak kita akan menjadi ajang perebutan dunia seperti ini. Sehingga Indonesia harus berbagi, untuk menjadi berbagi tidaklah mudah. Kita harus punya kedaulatan. Sehingga kita harus mawas diri, siapa diri kita, posisi kita, berpikir, dan bersikap seperti apa di tengah pergaulan kita. Kita harus merenungkan dan harus bangkit menjadi bangsa yang besar. Semua harus mawas diri dari presiden, wali kota, mahasiswa, dan semuanya. Semua harus mawas diri, kembali ke cita-cita bangsa Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates