Sabtu, 17 Oktober 2015

Magang 1 Hanya Menilai Hasil Laporan Tanpa Menilai Kinerja Mahasiswa


oleh: Zahratul Wahdati (Diy Ara)


          Universitas PGRI Semarang telah  mengubah PPL menjadi Magang. Yang terdiri dari Magang 1, Magang 2, dan Magang 3. Angkatan kami adalah angkatan pertama yang merealisasikan hal itu. Kami datang ke sekolah-sekolah yang sudah ditentukan oleh kampus bersama kelompok magang yang terdiri atas mahasiswa berbagai jurusan. Saya ditempatkan di SMKN 5 Semarang, letaknya dekat UPGRIS, tepatnya di Jalan dr. Cipto.

            Mahasiswa Dituntut Mandiri Tanpa Dosen Pembimbing
            Tujuan dari Magang ini sangat baik agar mahasiswa yang tak lain adalah calon guru terjun langsung untuk mengenal lingkungan sekolah. Sebelum terjun langsung, mahasiswa dibekali pengetahuan dan kegiatan yang akan dilakukan di magang 1 oleh dosen pengampu mata kuliah magang, dan pembekalan yang dilakukan di Balairum. Sayangnya, ketika waktu terjun langsung di sekolah mahasiswa kebingungan sebab tidak adanya dosen pembimbing magang yang ikut ke sekolah. Kelompok Mahasiswa dibiarkan mandiri untuk melakukan kegiatan magang 1 di sekolah. Dari mulai meminta izin kepada kepala sekolah sampai mengisi lembar laporan magang.
            Memang tujuan tidak adanya dosen pembimbing  baik adalah agar mahasiswa mandiri. Sayangnya, dalam prateknya banyak mahasiswa yang malah kebingungan. Adanya guru pembimbing yang ada di sekolah, cukup membantu, namun mereka juga kurang paham mengenai perbedaan magang dan PPL. Kurangnya pengetahuan inilah yang membuat mahasiswa bekerja lebih ektra. Bukan hanya mengisi lembar laporan, tetapi setiap masuk kelas atau ruangan untuk mendapatkan data, mahasiswa juga harus menjelaskan perbedaan magang dan PPL kepada guru yang tidak paham. Bahkan ada beberapa guru yang beranggapan magang itu sama dengan PPL. Itu terjadi saat kami akan mengobservasi kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Saat itu kami meminta RPP guru bersangkutan untuk kami pelajari sebagai bekal pengetahuan kami mengenai RPP. Namun, guru itu malah mengatakan kamilah yang harus membuat RPP. Setelah dijelaskan, guru itu baru paham. Namun, kami tidak mendapatkan RPP.
            Magang ini dilakukan pertama kali, dan masih banyak yang belum mengetahui jelas mengenai magang. Adanya dosen pembimbing akan mempermudah mahasiswa untuk melaksanakan magang dan mendapat bimbingan di lapangan. Sebab dilapangan kegiatan mahasiswa tidak jelas meskipun sudah dibekali lembar laporan. Sebab setiap mahasiswa memiliki dosen pengampu matakuliah magang berbeda-beda. Setiap pengampu matakuliah pasti berbeda menjelaskan apa saja yang harus dituliskan dan dicari mahasiswa setiap poin-poin pertanyaan di lembar magang. Dosen pengampu matakuliah saya menuntut detail menuliskan apa saja yang ia perintahkan. Sangat detail malahan. Hingga membuat kami berkerja ektra. Tidak seperti mahasiswa jurusan lain, mereka sepertinya memiliki dosen pengampu yang tidak terlalu memikirkan detail.
            Tujuan dari dosen kami memang baik agar kami mendapatkan informasi yang banyak. Sayangnya, mahasiswa jurusan lain mengatakan kami rempong. Mereka tidak mau menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapat detail jawaban yang diberikan dosen saya. Mereka hanya mempertanyakan pertanyaan yang biasa dan tidak detail. Ini tentu menyulitkan kami untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan detail dari dosen kami. Kami juga tidak mungkin mengisi sendiri poin-poin setiap pertanyaan sebab terlalu banyak. Akhirnya, kami mendapatkan informasi yang kurang memuaskan dosen kami.
Alasan-alasan yang kami berikan kepada dosen kami mengenai kekurang detailnya jawaban kami, malah membuat dosen kami marah. Dosen itu menyuruh mengatasi masalah itu sendiri. Kami bingung untuk menyelesaikan agar mendapat pertanyaan detail. Kami sudah memohon anggota kelompok kami untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan dosen kami. Sayangnya, mereka tidak mau karena menurut mereka, lebih baik menanyakan pertanyaan inti saja. Masalah ini dapat diatasi dengan adanya dosen pembimbing sehingga ia bisa melihat kinerja kami di sekolah. Adanya dosen pembimbing juga dapat menjadi benteng kami untuk mengkuatkan argumen kami mengenai alasan kekurangan detail laporan kami dan dosen pembimbing juga dapat membantu menyelesaikan masalah kami yang tidak bisa kami atasi sendiri.
Hanya Penilaian Hasil Laporan Tidak Menilai Kinerja
Laporan yang sangat tebal itu kami kumpulan ke dosen pengampu mata kuliah setelah presentasi hasil laporan kami selesai. Penilaian magang hanya dilakukan di dalam kelas saja dan dari hasil laporan. Jika laporan kami kurang detail, dosen akan bertanya kenapa? Lalu kami menjawab. Sayangnya jawaban kami hanya disangka alasan dan kami yang dituntut untuk menyelesaikan sendiri masalah tersebut karena kami dianggap sudah dewasa. Dosen pengampu tidak melihat secara langsung proses kami mendapatkan laporan itu. Mana mahasiswa yang benar-benar kerja, mana mahasiswa yang hanya numpang nama. Dosen tidak tahu, dan seakan tidak ingin tahu. Yang terpenting laporannya sesuai dengan keinginan dosen.
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, dosen pengampu yang berbeda membuat persepsi mahasiswa juga berbeda. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan juga berbeda. Untuk mengisi lembar laporan magang itu kami membagi anggota kelompok magang. Tentu, hasil dari laporan magang tersebut satu kelompok sama. Sehingga, kami pun tidak bisa mendapatkan jawaban pertanyaan dari dosen pengampu kami. Laporan kami menjadi kurang lengkap. Kalau saja ada dosen pembimbing pasti pertanyaan akan terkonsep, tidak sesuai dengan persepsi dosen pengampu masing-masing mahasiswa jurusan. Sehingga, laporan pun akan lebih tepat isinya.
Penilaian yang hanya dilakukan dengan melihat laporan membuat mahasiswa merasa tidak adil karena kejadian-kejadian tadi membuat laporannya tidak sesuai dengan keinginan dosen. Laporan sudah tebal, kami sudah mengisinya dengan sangat ektra, bahkan mahasiswa jurusan lain sudah tidak ada di sekolah. Sedangkan kami, masih berada di sekolah untuk menambah detail laporan kami. Kami sudah berusaha sangat keras. Tetapi sayangnya nilai yang kami terima tidak sepadan dengan kerja keras tersebut.
Memang nilai bukan segala-galanya, soalnya ilmu lebih penting dibandingkan nilai. Tetapi, tidak dapat dipungkiri nilai yang baik membuat mahasiwa bahagia dan merasa kerja kerasnya setimpal. Sayangnya, itu tidak terjadi kepada kami. Nilai kami B+. Memang itu nilai yang bagus. Tetapi, jika dilihat dari rata-rata nilai dari kelompok magang kami yang berbeda jurusan, yang notabene tidak sekeras kami mencari jawaban detail, tentu tidak sebanding. Kebanyakan nilai mahasiswa di kelompok kami A. Nilai sempurna itu mereka dapatkan dari dosen mereka yang mengatakan laporan mereka paling lengkap. Sangat lengkap. Bahkan ada mahasiswa dari suatu jurusan yang copas keseluruhan laporan kami. Dengan laporan yang sama dengan kami mereka mendapat nilai A. Kami merasa tidak adil. Kalau memang menilai dari segi laporan saja, seharusnya dibeberkan apa saja yang membuat nilai kami tidak sempurna. Sehingga penilaian lebih objektif dan efektif.
Dalam kurikulum 13 bahkan dijelaskan bahwa setiap penilaian menggunakan penilaian proses bukan hasil. Tetapi, dalam pratek magang 1 ini malahan kampus yang tak lain mencetak calon-calon guru memberikan contoh penilaian hasil kepada mahasiswanya.
Magang 1 memiliki tujuan yang sangat baik agar mahasiswa lebih mengenal dekat suasana kehidupan sekolah secara nyata, sehingga mampu melihat teori yang diajarkan dosen-dosen matakuliah secara nyata dalam kegiatan pembelajaran. Sayangnya, kekurang persiapan dari universitas membuat jalannya sedikit berkerikil. Harapan Magang selanjutnya penilaian yang digunakan dalam magang ini mengunakan penilaian proses bukan hasil. Bisa direalisasikan dengan adanya dosen pembimbing, ataupun cara yang lain. Patut dipahami bahwa magang sangat dibutuhkan mahasiswa. Sehingga, universitas patut untuk merombak kegiatan magang agar lebih baik lagi.(*)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates