Sabtu, 24 Oktober 2015

Apresiasi Naskah Drama Mengancam Kenangan


Apresiasi Naskah Drama Mengancam Kenangan
Oleh: Zahratul Wahdati (13410013)

Naskah drama Mengancam Kenangan yang dipentaskan oleh Teater Tikar, 8 Oktober 2015 di Auditorium Gedung Pusat Universitas PGRI Semarang, lantai tujuh, yang ditulis oleh Iruka Danishwara, penulis yang juga ikut serta menjadi tokoh dalam pementasan drama tersebut mengambil tema utama tentang keluarga, dan memiliki sub-sub tema antara lain tentang percintaan, dan sejarah pembantaian para penulis yang menentang orde lama. Tema yang cukup berat ini dibalut lewat cerita kenangan-kenangan tokoh Nyonya dan anaknya. Judul naskah membuat tanda tanya yaitu “Membungkam Kenangan” juga sangat menarik dan membuat penasaran.

Tokoh protagonis dalam cerita tersebut adalah Nyonya yang memiliki karakter baik, pengasih, dan pasrah. Tokoh Anak yang memiliki karakter pembangkang dan dibutakan oleh cinta. Ada empat tokoh Debu yang memiliki karakter mendesak dan mengingatkan Nyonya kepada kenangan-kenangannya. Tokoh Lelaki Nyonya hanya diperlihatkan sedikit saja, yaitu romantis, lewat dialog yang mengatakan ia memberikan cicin kepada Nyonya. Sedangkan karakter Kekasih Anak memiliki karakter yang kurang kuat, sehingga saya kurang paham, kemungkinan jahat, egois karena lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan orang lain. Menurut saya, tokoh protagonis dan antagonis sedikit membingungkan. Karena menurut saya, tokoh-tokoh di dalam naskah drama ini semuanya antagonis. Sebab semuanya sama-sama tersiksa dengan kenangan-kenangannya.
Alur yang digunakan dalam naskah drama ini adalah alur campuran. Dengan sudut pandang dua tokoh yaitu kehidupan Nyonya dan kehidupan Anak. Sedangkan, konflik yang lebih dominan adalah konflik antara tokoh dengan dirinya sendiri yaitu dengan kenangan-kenangannya. AlurMenurut saya alur cerita campuran ini cukup membingungkan, soalnya dalam naskah tidak tertuliskan dengan jelas bagian mana yang sekarang dan dulu.
Alur cerita diawali dengan pemicu konflik yaitu pada bagian awal naskah yaitu Nyonya yang menyapu halaman rumah dengan sapu lidi.  Lalu ia disapa oleh Pagi kemudian para debu-debu bergantian dan berulang kali mengucapkan selamat pagi. Dialog dan awal cerita ini, memperlihatkan betapa sepi, sendu, dan kepasrahan Nyonya. Nyonya dikepung oleh kenangan-kenangan yang membuatnya kadang tersenyum dan menangis, kenangan yang tercipta setelah lelakinya dibawa serdadu-serdadu dan anaknya pergi bersama wanitanya. Sedangkan di tempat lain, anaknya juga kenangan tentang ia dan wanita di dalam bak mandi. Hidupnya terkepung oleh kenangan hingga ia menghadirkan bayangan wanita itu setiap ia menenggelamkan diri di bak mandi. Tampak jelas begitu tertekannya Sang Anak hingga ia mengatakan, “Kau bertanya aku sedang apa? Kau mengancamku lewat bayangan dan aroma tubuh yang tidak juga kunjung hilang. Lewat air di dalam bak mandiku.”
Konflik dimulai ketika Nyonya mulai mencoba menyimpan figura-figura kenangannya agar ia bisa melawan kenangannya atau melupakannya. Sedangkan si Anak semakin kesal dan marah karena bayangan wanitanya semakin tidak bisa ia lihat. Kemudian, puncak konflik adalah ketika nyonya putus asa karena semakin ia menyimpan figura-figura itu dan mencoba melupakan kenangannya, semakin jelas kenangan itu. Sedangkan anaknya bertengkar dengan bayangan wanitanya. Penyelesaian konfliknya adalah Nyonya akhirnya sadar dan menerima kenangan itu. Sedangkan anaknya masih dan tidak bisa lepas dari penjara kenangan bersama wanitanya.
Latar yang digunakan adalah halaman rumah, tempat tidur Nyonya, ruangan yang dindingnya terdapat tiga figura, dan kamar mandi tempat si Anak mandi bersama bayangan wanitanya. Suasana yang diperlihatkan dalam naskah sangat suram, melankolis, dan menyedihkan.
Penulisan dalam naskah Membungkam Kenangan mengunakan model naratif-diskriptif.  Sehingga, penulisan dialog tidak mengunakan nama tokoh di depannya dan titik dua. Dialog hanya dibedakan menggunakan huruf tegak dan miring. Sehingga, sulit untuk mengetahui yang mana dialog masing-masing tokoh dan mana narasi. Setiap paragraf tidak diawali dengan spasi. Untuk diksi yang digunakan dalam naskah drama ini mengunakan diksi yang puitis dan menggunakan majas ataupun analogi-analogi. Diksi yang digunakan memang indah dan memiliki makna yang dalam. Namun untuk mengetahui maksud dari dialog-dialog tersebut, pembaca naskah harus teliti dan berpikir lebih keras.
Amanat dalam naskah ini tersurat di akhir cerita yaitu “Sama seperti kenangan yang menyimpan rapat-rapat rahasia setiap insan. Dan, karena ialah penjaga rahasia paling sempurna, setiap insan akan merasa diancam oleh masa lalunya, masa yang sedang dilaluinya, dan masa depan yang menantinya. Sama seperti kenangan yang sangat bungkam pada setiap apa yang dilalui, setiap insan akan merasa diancam oleh apa yang ia lalui sendiri, tanpa orang lain. Dan, cara terbaik memberikan ancaman pada kenangan adalah dengan menerima, menyaksikan, dan berlapang dada bahwa kenangan itu akan ada di tempatnya pada seluruh sisa hidupmu.”
Secara keseluruhan naskah ini saya kurang menyukainya karena membuat pembaca awam seperti  saya kebingungan. Sarannya, dalam membuat naskah lebih baik mengunakan bahasa yang sederhana agar pesan dalam cerita drama tersebut mudah dipahami, tanpa harus diberikan bocoran atau tersurat dalam akhir cerita.(*)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates