Magang 1 Hanya Menilai Hasil Laporan Tanpa Menilai Kinerja Mahasiswa
oleh:
Zahratul Wahdati (Diy Ara)
Universitas PGRI Semarang telah mengubah PPL menjadi Magang. Yang terdiri
dari Magang 1, Magang 2, dan Magang 3. Angkatan kami adalah angkatan pertama
yang merealisasikan hal itu. Kami datang ke sekolah-sekolah yang sudah
ditentukan oleh kampus bersama kelompok magang yang terdiri atas mahasiswa
berbagai jurusan. Saya ditempatkan di SMKN 5 Semarang, letaknya dekat UPGRIS,
tepatnya di Jalan dr. Cipto.
Mahasiswa Dituntut Mandiri Tanpa Dosen
Pembimbing
Tujuan dari Magang ini sangat baik
agar mahasiswa yang tak lain adalah calon guru terjun langsung untuk mengenal
lingkungan sekolah. Sebelum terjun langsung, mahasiswa dibekali pengetahuan dan
kegiatan yang akan dilakukan di magang 1 oleh dosen pengampu mata kuliah
magang, dan pembekalan yang dilakukan di Balairum. Sayangnya, ketika waktu
terjun langsung di sekolah mahasiswa kebingungan sebab tidak adanya dosen
pembimbing magang yang ikut ke sekolah. Kelompok Mahasiswa dibiarkan mandiri
untuk melakukan kegiatan magang 1 di sekolah. Dari mulai meminta izin kepada
kepala sekolah sampai mengisi lembar laporan magang.
Memang tujuan tidak adanya dosen
pembimbing baik adalah agar mahasiswa
mandiri. Sayangnya, dalam prateknya banyak mahasiswa yang malah kebingungan.
Adanya guru pembimbing yang ada di sekolah, cukup membantu, namun mereka juga
kurang paham mengenai perbedaan magang dan PPL. Kurangnya pengetahuan inilah
yang membuat mahasiswa bekerja lebih ektra. Bukan hanya mengisi lembar laporan,
tetapi setiap masuk kelas atau ruangan untuk mendapatkan data, mahasiswa juga
harus menjelaskan perbedaan magang dan PPL kepada guru yang tidak paham. Bahkan
ada beberapa guru yang beranggapan magang itu sama dengan PPL. Itu terjadi saat
kami akan mengobservasi kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Saat itu kami
meminta RPP guru bersangkutan untuk kami pelajari sebagai bekal pengetahuan
kami mengenai RPP. Namun, guru itu malah mengatakan kamilah yang harus membuat
RPP. Setelah dijelaskan, guru itu baru paham. Namun, kami tidak mendapatkan
RPP.
Magang ini dilakukan pertama kali,
dan masih banyak yang belum mengetahui jelas mengenai magang. Adanya dosen
pembimbing akan mempermudah mahasiswa untuk melaksanakan magang dan mendapat bimbingan
di lapangan. Sebab dilapangan kegiatan mahasiswa tidak jelas meskipun sudah
dibekali lembar laporan. Sebab setiap mahasiswa memiliki dosen pengampu
matakuliah magang berbeda-beda. Setiap pengampu matakuliah pasti berbeda
menjelaskan apa saja yang harus dituliskan dan dicari mahasiswa setiap
poin-poin pertanyaan di lembar magang. Dosen pengampu matakuliah saya menuntut detail
menuliskan apa saja yang ia perintahkan. Sangat detail malahan. Hingga membuat
kami berkerja ektra. Tidak seperti mahasiswa jurusan lain, mereka sepertinya
memiliki dosen pengampu yang tidak terlalu memikirkan detail.
Tujuan dari dosen kami memang baik
agar kami mendapatkan informasi yang banyak. Sayangnya, mahasiswa jurusan lain
mengatakan kami rempong. Mereka tidak
mau menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapat detail jawaban yang
diberikan dosen saya. Mereka hanya mempertanyakan pertanyaan yang biasa dan
tidak detail. Ini tentu menyulitkan kami untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan detail dari dosen kami. Kami juga tidak mungkin mengisi sendiri
poin-poin setiap pertanyaan sebab terlalu banyak. Akhirnya, kami mendapatkan
informasi yang kurang memuaskan dosen kami.
Alasan-alasan yang kami berikan kepada dosen
kami mengenai kekurang detailnya jawaban kami, malah membuat dosen kami marah.
Dosen itu menyuruh mengatasi masalah itu sendiri. Kami bingung untuk
menyelesaikan agar mendapat pertanyaan detail. Kami sudah memohon anggota
kelompok kami untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan dosen kami. Sayangnya,
mereka tidak mau karena menurut mereka, lebih baik menanyakan pertanyaan inti
saja. Masalah ini dapat diatasi dengan adanya dosen pembimbing sehingga ia bisa
melihat kinerja kami di sekolah. Adanya dosen pembimbing juga dapat menjadi
benteng kami untuk mengkuatkan argumen kami mengenai alasan kekurangan detail
laporan kami dan dosen pembimbing juga dapat membantu menyelesaikan masalah
kami yang tidak bisa kami atasi sendiri.
Hanya Penilaian Hasil Laporan Tidak Menilai
Kinerja
Laporan yang sangat tebal itu kami kumpulan
ke dosen pengampu mata kuliah setelah presentasi hasil laporan kami selesai.
Penilaian magang hanya dilakukan di dalam kelas saja dan dari hasil laporan. Jika
laporan kami kurang detail, dosen akan bertanya kenapa? Lalu kami menjawab.
Sayangnya jawaban kami hanya disangka alasan dan kami yang dituntut untuk
menyelesaikan sendiri masalah tersebut karena kami dianggap sudah dewasa. Dosen
pengampu tidak melihat secara langsung proses kami mendapatkan laporan itu.
Mana mahasiswa yang benar-benar kerja, mana mahasiswa yang hanya numpang nama.
Dosen tidak tahu, dan seakan tidak ingin tahu. Yang terpenting laporannya
sesuai dengan keinginan dosen.
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas,
dosen pengampu yang berbeda membuat persepsi mahasiswa juga berbeda.
Pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan juga berbeda. Untuk mengisi lembar
laporan magang itu kami membagi anggota kelompok magang. Tentu, hasil dari
laporan magang tersebut satu kelompok sama. Sehingga, kami pun tidak bisa
mendapatkan jawaban pertanyaan dari dosen pengampu kami. Laporan kami menjadi
kurang lengkap. Kalau saja ada dosen pembimbing pasti pertanyaan akan
terkonsep, tidak sesuai dengan persepsi dosen pengampu masing-masing mahasiswa
jurusan. Sehingga, laporan pun akan lebih tepat isinya.
Penilaian yang hanya dilakukan dengan melihat
laporan membuat mahasiswa merasa tidak adil karena kejadian-kejadian tadi
membuat laporannya tidak sesuai dengan keinginan dosen. Laporan sudah tebal,
kami sudah mengisinya dengan sangat ektra, bahkan mahasiswa jurusan lain sudah
tidak ada di sekolah. Sedangkan kami, masih berada di sekolah untuk menambah
detail laporan kami. Kami sudah berusaha sangat keras. Tetapi sayangnya nilai
yang kami terima tidak sepadan dengan kerja keras tersebut.
Memang nilai bukan segala-galanya, soalnya
ilmu lebih penting dibandingkan nilai. Tetapi, tidak dapat dipungkiri nilai
yang baik membuat mahasiwa bahagia dan merasa kerja kerasnya setimpal.
Sayangnya, itu tidak terjadi kepada kami. Nilai kami B+. Memang itu nilai yang
bagus. Tetapi, jika dilihat dari rata-rata nilai dari kelompok magang kami yang
berbeda jurusan, yang notabene tidak sekeras kami mencari jawaban detail, tentu
tidak sebanding. Kebanyakan nilai mahasiswa di kelompok kami A. Nilai sempurna
itu mereka dapatkan dari dosen mereka yang mengatakan laporan mereka paling
lengkap. Sangat lengkap. Bahkan ada mahasiswa dari suatu jurusan yang copas
keseluruhan laporan kami. Dengan laporan yang sama dengan kami mereka mendapat
nilai A. Kami merasa tidak adil. Kalau memang menilai dari segi laporan saja,
seharusnya dibeberkan apa saja yang membuat nilai kami tidak sempurna. Sehingga
penilaian lebih objektif dan efektif.
Dalam kurikulum 13 bahkan dijelaskan bahwa
setiap penilaian menggunakan penilaian proses bukan hasil. Tetapi, dalam pratek
magang 1 ini malahan kampus yang tak lain mencetak calon-calon guru memberikan
contoh penilaian hasil kepada mahasiswanya.
Magang 1 memiliki tujuan yang sangat baik
agar mahasiswa lebih mengenal dekat suasana kehidupan sekolah secara nyata,
sehingga mampu melihat teori yang diajarkan dosen-dosen matakuliah secara nyata
dalam kegiatan pembelajaran. Sayangnya, kekurang persiapan dari universitas
membuat jalannya sedikit berkerikil. Harapan Magang selanjutnya penilaian yang
digunakan dalam magang ini mengunakan penilaian proses bukan hasil. Bisa
direalisasikan dengan adanya dosen pembimbing, ataupun cara yang lain. Patut
dipahami bahwa magang sangat dibutuhkan mahasiswa. Sehingga, universitas patut
untuk merombak kegiatan magang agar lebih baik lagi.(*)
0 komentar:
Posting Komentar