Kurang Adilnya Hak Bertanya dalam Presentasi di Kelas 5A
Oleh: Diy
Ara
Sama
dengan perdamaian, hak bertanya adalah hak semua orang. Garis bawahi dan tebali
objek kalimat tadi, hak semua orang. Sayangnya, di negara Indonesia yang,
katanya, demokratis ini, masih banyak pertanyaan-pertanyaan rakyat yang tak
mendapat jawaban dari aparat negara. Misalnya pertanyaan, kenapa DPR Angkatan
ini tak becus membuat UUD? Janjinya enam puluh lebih UUD akan DPR buat di
tahun-tahun jabatan mereka. Eh, ini sudah setahun tetapi UUD yang mereka buat
bisa dihitung dengan jari tangan kiri saja.
Kenapa ini, kenapa UUD yang bisa
diitung jari itu malah memihak kesenangan DPR, kapan kalian memikirkan kami? Tanya
rakyat. Para DPR malah menjawab dengan pengeyel-pengeyelan tak jelas. Tentang
ini-itu, anu-anu, bla-bla, dan bla-bla. Bahkan dalam ruang lingkup kecil
seperti di ruang kelas 5A, hak bertanya memang perlu sekali ditanyakan dan
dijawab. Entah dengan pengeyelan-pengeyelan, ini-itu, anu-anu, dan bla-bla.
Tulisan ini, sedikit bentuk protes, kritik, dan saran saya dan beberapa teman
saya.
Kalimat
awal sudah jelas mengatakan semua orang punya hak bertanya. Sayangnya, di kelas
5A, ada beberapa orang terimidasi, merasa dibedakan, dan hak untuk bertanya
mereka tak diacuh, alias tak dipedulikan. Orang-orang itu adalah orang yang
dianggap sering bertanya dan dianggap memiliki pertanyaan yang menyulitkan
kelompok presentasi. Meskipun, tangan mereka terangkat pertama kali,
tinggi-tinggi, ataupun dengan memasang wajah memelas. Tetap mereka jarang
sekali dipilih oleh kelompok presentasi. Rasanya itu nyesek, kesel, sebel, jadi
tidak mood, protes dalam hati curang, pertanyaan diotaknya yang ingin
ditanyakan menggumpal jadi tanda tanya besar-besar, kata mereka. Sampai-sampai
mereka memberikan pertanyaannya pada mahasiswa lain, yang dianggap jarang
bertanya, untuk menanyakan pertanyaannya. Nah lewat mahasiswa yang dianggap
jarang bertanya itulah mereka mendapat jawaban pertanyaan mereka. Tetapi, tentu
rasanya tidak puas kalau pertanyaan itu ditanyakan oleh orang lain.
Ah, lalu
bisa apa kelompok yang dianggap sering bertanya ini. Padahal, jarang bahkan
hanya satu atau dua kali ditunjuk oleh kelompok presentasi. Selalu saja
kelompok presentasi memilih mahasiswa yang dianggap jarang bertanya untuk
bertanya. Alasannya, kasihan yang belum pernah bertanya. Lalu, apakah kalian
tidak kasihan pada tangan-tangan mahasiswa yang dianggap sering bertanya yang
langsung menurunkan tangannya lemas setelah mendengar alasan itu. Tidak kah
kalian kasihan pada otak mereka yang memendam pertanyaan di dalam otaknya? Tidakkah
kasihan ketika mahasiswa yang dianggap sering bertanya itu mengatakan, aku
yakin tidak akan dipilih kelompok presentasi untuk bertanya, cape tok angkat
tangan. Bukannya ini malah pilih kasih? Semua orang punya hak untuk bertanya!
Bertanya itu
Mendapat Nilai ataupun Catatan dari Dosen
Apa dalam
presentasi kamu selalu memilih-milih orang berdasarkan keseringannya bertanya?
Jawablah dalam hati.
Kalau yang
sering dipilih untuk bertanya adalah mahasiswa yang dianggap jarang bertanya.
Padahal, kadang, sebenernya dia sering bertanya, tetapi tidak dianggap saja
sering bertanya, soalnya pertanyaannya gampang-gampang, jadi mudah dijawab. Lalu,
apakah hanya mereka yang akan mendapatkan nilai ataupun catatan keaktifan dari
dosen? Lalu bagaimana keadaan mahasiswa yang dianggap sering bertanya? Apakah
mereka tidak memerlukan nilai ataupun catatan dari dosen? Perlu. Tentu, Perlu.
Lantas, apa yang bisa mereka perbuat karena hak bertanyanya seakan-akan dicabut
dengan alasan sudah sering bertanya? Padahal, ada kasus mahasiswa itu sudah
bertanya di presentasi MK A. Lalu, ia dianggap sudah sering bertanya di MK B.
Lho, padahal dosen dan lembar penilaiannya juga beda. Ini sungguh tak adil.
Semua orang punya hak untuk bertanya. Punya hak untuk mendapatkan nilai ataupun
catatan dari dosen. Coba bayangkan jika Anda di posisi mereka. Bukan hanya
berpikir dari posisi Anda.
Memang nilai
ataupun catatan dari dosen bisa didapatkan dari menyanggah dan menambahkan.
Namun, kedua hal itu memiliki tingkatan lebih tinggi dari pada bertanya. Tidak
semua mahasiswa yang dianggap sering bertanya itu mampu untuk melalukan kedua
hal tersebut. Bertanya adalah hal yang lebih mudah untuk mendapatkan nilai ataupun
catatan dosen. Apakah hanya mahasiswa yang dianggap jarang bertanya yang
diperkenankan mendapatkan nilai ataupun catatan dari dosen lebih mudah lewat
bertanya. Jadi, mahasiswa yang sering bertanya harus berkerja lebih keras untuk
menyamai nilai dan catatan dosen lewat sanggahan dan menambahkan? Ah, itu tak
adil!
Katanya Tidak
Ada Blok-blok-an di Kelas 5A
Suara-suara
mengatakan ada blok-blokan, padahal suara-suara itulah yang menciptakan
blok-blokan, atau menganggap ada blok-blokan. Padahal, itu hanya perasaan mereka.
Hanya merasa. Merasa adalah kata yang mengambarkan ketidak yakinan, atau
kemungkinan, alias tidak benar-benar terjadi. Bahkan karena perasaan itulah
mereka menciptakan blok-blokan. Mengimindasi, menarik garis perbedaan, sehingga
menciptakan dipikiran mereka ada blok pinter, dan blok kurang pintar. Blok-blok
inilah yang membuat presentasi berjalan tidak adil. Kebanyakan yang dipilih
untuk bertanya adalah blok kurang pintar. Padahal, itu hanya anggapan saja.
Blok-blok itu hanya ciptakan atau imajinasi saja. Karena sebenarnya blok kurang
pintar itu hanya tempat persembunyian orang-orang yang malas. Yang selalu iri
dengan keberhasilan orang lain. Yang selalu menganggap dirinya di bawah dari
yang lain. Woy! Tidak ada orang yang bodoh di dunia ini, hanya ada orang malas.
Hapus pikiran kalau ada blok kurang pintar. Sehingga, tidak ada lagi blok
kurang pintar lagi di kelas 5A. Harus menyatu menjadi blok orang-orang cerdas.
Pikiran
blok-blok inilah yang harus dihapus segera. Sehingga, kedudukan mahasiswa di
kelas 5A sama. Tidak ada yang tinggi dan rendah. Kemudian, tidak akan ada lagi hak bertanya
yang dibedakan. Kita, kelas 5A, sama-sama menutut ilmu, sama-sama manusia,
sama-sama mbayar, sama-sama ingin bertanya, sama-sama ingin mendapatkan nilai
dan ilmu, sama-sama ingin aktif, sama-sama punya suara, sama-sama punya otak, dan
sama-sama punya pertanyaan. Di kelas 5A, mahasiswa itu harusnya sama
kedudukannya. Sama boleh bertanya. Kelas 5A, ayo belajar jangan membeda-bedakan
keseringan atau ketidakseringan seseorang ketika bertanya. Semuanya sama. Kita
belajar menjawab dari pertanyaan susah ataupun mudah. Kan, ketika nanti jadi
guru, tidak akan membeda-bedakan siswa yang akan bertanya kepada kita. Entah
itu pertanyaan sulit atau mudah. Seorang guru harus mampu menjawabnya.
0 komentar:
Posting Komentar