Apresiasi Naskah Drama Mengancam Kenangan
Apresiasi Naskah Drama Mengancam
Kenangan
Oleh: Zahratul Wahdati (13410013)
Naskah
drama Mengancam Kenangan yang dipentaskan oleh Teater Tikar, 8 Oktober 2015 di
Auditorium Gedung Pusat Universitas PGRI Semarang, lantai tujuh, yang ditulis
oleh Iruka Danishwara, penulis yang juga ikut serta menjadi tokoh dalam
pementasan drama tersebut mengambil tema utama tentang keluarga, dan memiliki
sub-sub tema antara lain tentang percintaan, dan sejarah pembantaian para
penulis yang menentang orde lama. Tema yang cukup berat ini dibalut lewat
cerita kenangan-kenangan tokoh Nyonya dan anaknya. Judul naskah membuat tanda
tanya yaitu “Membungkam Kenangan” juga sangat menarik dan membuat penasaran.
Tokoh
protagonis dalam cerita tersebut adalah Nyonya yang memiliki karakter baik,
pengasih, dan pasrah. Tokoh Anak yang memiliki karakter pembangkang dan
dibutakan oleh cinta. Ada empat tokoh Debu yang memiliki karakter mendesak dan
mengingatkan Nyonya kepada kenangan-kenangannya. Tokoh Lelaki Nyonya hanya
diperlihatkan sedikit saja, yaitu romantis, lewat dialog yang mengatakan ia
memberikan cicin kepada Nyonya. Sedangkan karakter Kekasih Anak memiliki
karakter yang kurang kuat, sehingga saya kurang paham, kemungkinan jahat, egois
karena lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan orang lain.
Menurut saya, tokoh protagonis dan antagonis sedikit membingungkan. Karena
menurut saya, tokoh-tokoh di dalam naskah drama ini semuanya antagonis. Sebab
semuanya sama-sama tersiksa dengan kenangan-kenangannya.
Alur
yang digunakan dalam naskah drama ini adalah alur campuran. Dengan sudut
pandang dua tokoh yaitu kehidupan Nyonya dan kehidupan Anak. Sedangkan, konflik
yang lebih dominan adalah konflik antara tokoh dengan dirinya sendiri yaitu
dengan kenangan-kenangannya. AlurMenurut saya alur cerita campuran ini cukup
membingungkan, soalnya dalam naskah tidak tertuliskan dengan jelas bagian mana
yang sekarang dan dulu.
Alur
cerita diawali dengan pemicu konflik yaitu pada bagian awal naskah yaitu Nyonya
yang menyapu halaman rumah dengan sapu lidi.
Lalu ia disapa oleh Pagi kemudian para debu-debu bergantian dan berulang
kali mengucapkan selamat pagi. Dialog dan awal cerita ini, memperlihatkan
betapa sepi, sendu, dan kepasrahan Nyonya. Nyonya dikepung oleh
kenangan-kenangan yang membuatnya kadang tersenyum dan menangis, kenangan yang
tercipta setelah lelakinya dibawa serdadu-serdadu dan anaknya pergi bersama
wanitanya. Sedangkan di tempat lain, anaknya juga kenangan tentang ia dan
wanita di dalam bak mandi. Hidupnya terkepung oleh kenangan hingga ia
menghadirkan bayangan wanita itu setiap ia menenggelamkan diri di bak mandi.
Tampak jelas begitu tertekannya Sang Anak hingga ia mengatakan, “Kau bertanya
aku sedang apa? Kau mengancamku lewat bayangan dan aroma tubuh yang tidak juga
kunjung hilang. Lewat air di dalam bak mandiku.”
Konflik
dimulai ketika Nyonya mulai mencoba menyimpan figura-figura kenangannya agar ia
bisa melawan kenangannya atau melupakannya. Sedangkan si Anak semakin kesal dan
marah karena bayangan wanitanya semakin tidak bisa ia lihat. Kemudian, puncak
konflik adalah ketika nyonya putus asa karena semakin ia menyimpan
figura-figura itu dan mencoba melupakan kenangannya, semakin jelas kenangan
itu. Sedangkan anaknya bertengkar dengan bayangan wanitanya. Penyelesaian konfliknya
adalah Nyonya akhirnya sadar dan menerima kenangan itu. Sedangkan anaknya masih
dan tidak bisa lepas dari penjara kenangan bersama wanitanya.
Latar
yang digunakan adalah halaman rumah, tempat tidur Nyonya, ruangan yang
dindingnya terdapat tiga figura, dan kamar mandi tempat si Anak mandi bersama
bayangan wanitanya. Suasana yang diperlihatkan dalam naskah sangat suram,
melankolis, dan menyedihkan.
Penulisan
dalam naskah Membungkam Kenangan mengunakan model naratif-diskriptif. Sehingga, penulisan dialog tidak mengunakan
nama tokoh di depannya dan titik dua. Dialog hanya dibedakan menggunakan huruf
tegak dan miring. Sehingga, sulit untuk mengetahui yang mana dialog
masing-masing tokoh dan mana narasi. Setiap paragraf tidak diawali dengan spasi.
Untuk diksi yang digunakan dalam naskah drama ini mengunakan diksi yang puitis
dan menggunakan majas ataupun analogi-analogi. Diksi yang digunakan memang
indah dan memiliki makna yang dalam. Namun untuk mengetahui maksud dari
dialog-dialog tersebut, pembaca naskah harus teliti dan berpikir lebih keras.
Amanat
dalam naskah ini tersurat di akhir cerita yaitu “Sama seperti kenangan yang
menyimpan rapat-rapat rahasia setiap insan. Dan, karena ialah penjaga rahasia
paling sempurna, setiap insan akan merasa diancam oleh masa lalunya, masa yang
sedang dilaluinya, dan masa depan yang menantinya. Sama seperti kenangan yang
sangat bungkam pada setiap apa yang dilalui, setiap insan akan merasa diancam
oleh apa yang ia lalui sendiri, tanpa orang lain. Dan, cara terbaik memberikan
ancaman pada kenangan adalah dengan menerima, menyaksikan, dan berlapang dada
bahwa kenangan itu akan ada di tempatnya pada seluruh sisa hidupmu.”
Secara
keseluruhan naskah ini saya kurang menyukainya karena membuat pembaca awam
seperti saya kebingungan. Sarannya,
dalam membuat naskah lebih baik mengunakan bahasa yang sederhana agar pesan
dalam cerita drama tersebut mudah dipahami, tanpa harus diberikan bocoran atau
tersurat dalam akhir cerita.(*)
0 komentar:
Posting Komentar