Jalan-Jalan Part 1 ( Tiga Jam Lebih Dekat Bersama Kak Ramaditya Andikara)
Okey,
kenalkan dulu namaku Zahra yang kata salah satu temen kelasku aneh karena
sangat cerewet. Cerewet kok aneh? Iya, karena cerewetku beda, aku cerewet lewat
tulisan, kau bisa melihat setiap menit statusku muncul di barandamu, atau malah
statusku berjejer rapi di barandamu. Karena itulah temanku sebal, padahal di
dunia aslinya aku kaya orang-orangan sawah yang hanya bergerak jika ada angin. Angin
itu dalam bentuk paksaan.
Mulailah saya benci dengan
kekuranganku itu, aku pendiam, sulit bersosialisasi. Aku benci dengan
kekuranganku ini, aku ingin bisa ketawa bebas seperti teman-temanku yang lain,
friendly, atau setidak-tidaknya dianggap ada. Bahkan aku juga punya sifat iri
ketika teman-temanku sudah menerbitkan novel, cerpennya dimuat, bahkan aku iri
ketika Kak Ramaditya Andikara bisa berdiri di atas panggung, memberikan materi
seminar, semua mata mengarah ke arahnya, semua mata kagum ke arahnya, semua
orang mengistimewakannya, semua orang menganggap dia ada. Saat itulah saya
mulai ingin menjadi seperti Kak Rama.
Jujur saat itu aku punya banyak
masalah tentang menulis, sampai berminggu-minggu ini aku sulit sekali mengisi
word putihku dengan huruf-huruf. Sayang, dalam seminar itu aku tidak diberi
kesempatan untuk bertanya. Aku SMS Kak Rama minta foto bareng. Mas Rama
membalas, Ayo! Lagi-lagi sayangnya, keberanianku itu sulit sekali didatangkan. Sampai-sampai
aku meminta temanku untuk mengantarkan ke depan panggung. Mereka awalnya
bertanya-tanya kenapa aku bisa kaya sok kenal banget sama Kak Rama. Aku jawab
saja, Kak Rama adalah motivator di KOBIMO, tempat aku berlajar menulis. Dan aku
pernah menjadi presenter di sesi Kak Rama di acara Festival Sastra Online
KOBIMO. Entahlah, mereka percaya atau tidak tentang itu. Yang terpenting mereka
mau juga foto sama Kak Rama. Sehingga, kami pun maju ke panggung.
Aku belum naik ke panggung,
teman-temanku sudah naik ke panggung. Aku mau kembali ke tempat dudukku karena
malu dan tidak percaya Kak Rama akan mengenalku. Tapi belum sempat membalikkan
tubuh, temanku Risya memanggil namaku. Oh ternyata mereka sudah siap berjejer
di samping kiri dan kanan Kak Rama. Aku pun naik panggung, Ira yang berada di
kanan Kak Rama menarikku ke sampingnya. Menyebalkan! Kenapa dia nggak menarikku
ke samping Kak Rama. Entah keberanian datang dari mana tuh, aku nyapa Kak Rama
dan foto bareng berdua.
Aku udah kembali ke tempat dudukku
dan bersiap untuk keluar, tapi karena menemukan foto bareng Kak Rama tadi
akunya jelek. Aku pun menarik temanku Damar Ayu untuk motoin aku sama kakak. Terus
ketua BEM itu, aku lupa namanya, dia meminta mahasiswa-mahasiswa yang mau foto
itu nggak boleh satu-satu, tapi bareng-bareng aja. Lalu aku pun ngobrol sama
Kak Rama tentang pendapat Kak Rama tentang suaraku. Si Ketua Bem itu diam, entah
apa yang dia kira tentang aku. Yee!! Aku dan Kak Rama pun foto bareng lagi. Tapi,
fotonya di HP temen dan sampai sekarang belum sepet aku ambil, karena bluetooth Hpku rusak. -_-
Masa-masa galau, aku lewati setelah
itu. Why? Karena permintaanku buat ngobrol
bareng berdua sama Kak Rama akan dilaksanakan setelah seminar selesai. Oow ...
aku ada kuliah pukul satu dan aku harus sarapan dulu karena sudah pukul dua
belas saat itu. Galauuu kan!
Galau ini belum berkesudahan sampai
kuliah itu selesai. Itu karena Kak Rama mengajakku jalan-jalan. Si pembicara
seminar itu ngajakku jalan-jalan, Cuy! Aku yang punya banyak ketakutan ini,
tentu saja bingung. Aku ngajak temen-temen buat nganterin aku plus jelasin
kenapa bisa Kak Rama ngajak aku jalan-jalan dan pertanyaan-pertanyaan lain
kenapa aku bisa kenal Kak Rama. Udah cape-cape jelasin, mereka nggak ada yang
mau. Galauku nambah lagi. Aku nggak berani sendirian! ditambah lagi ada tugas
yang DLnya besok. Tapi aku pengin ketemu Kak Rama! Parahnya, ternyata aku orang
yang labil banget! Udah bilang nggak jadi, beberapa menit berikutnya aku
bilang, Aku mau ke sana!
Prok-prok! Prok! Buat Zahra. Hahaha!
Lagi-lagi aku ditanya sama temen di
depan kos, mau pergi ke mana. Wajahnya sedikit curiga karena aku jarang banget
keluar kos, keluar kamar pun jarang. Kembali aku menjelaskan ke mana aku akan
pergi, plus jelasin lagi kenapa bisa kenal dan diajak jalan-jalan sama Kak
Rama. Akhirnya aku pergi meninggalkan nasi dan sate ayam yang baru saja kubeli pas
pulang dari kampus begitu saja. Lalu naik taksi, kendaraan yang jarang sekali
aku pakai.
Permata Guest House di jalan
singosari pun aku datangi. Aku pertama kali masuk penginapan. Jadi inget
seorang teman yang sudah kuanggap Kakakku yang pernah bekerja di tempat seperti
itu, dia menceritakan tentang pasangan remaja yang sering datang ke situ. Aduh,
ngeres deh aku. Untung, Kak Rama segera datang. Dia menuruni anak tangga dan
langsung menyapaku. Tiga jam lebih bersama Kak Ramaditya Andikara pun dimulai. Hehehe.
Sedikit waktu aku mundurin, tentang
keinginanku ngobrol sama Kak Rama tapi juga mencari solusi tentang masalahku
menulis. Itu mungkin yang buat keberanianku datang sendirian ke tempat itu.
Ternyata
Kak Rama orang yang sangat santai. Sehingga, aku yang tipikal kaku ini merasa
nyaman berada di dekatnya. Aku mulai menceritakan masalahku. Tentang bagaimana
aku merasa tertekan saat menulis. Aku merasa tulisanku begitu datar, tulisanku
tidak pernah fokus, tulisanku selama setahun tidak ada kemajuan. Dan ceritaku
seperti FTV.
Kita
ngobrol jam diruang depan penginapan. Lalu, belanjut di dalam taksi menuju
rumah saudara Kak Rama di pucang gading Karangawen, Demak. Di dalam taksi banyak
sekali yang kami bicarakan. Oke kita mulai saja!
Aku
bilang kebiasaanku membaca paragraf setiap menulis, itu kebiasaan disebabkan
karena pembalajaran satu paragraf setiap hari. Karena itulah aku terbiasa
membaca ulang paragrafku. Aku tidak menyalahkan seseorang yang menyuruhku mengunakan
metode ini. Metode ini mungkin gagal untukku, tapi bisa juga berhasil untuk
yang lain. Dan kebiasaan ini jujur susah sekali dihapus, bahkan tulisan ini pun
aku tulis dengan beberapa kali membaca ulang padahal belum selesai. Kata Kak
Rama, ini seperti aku sedang membangun rumah, tapi baru kamarnya saja yang
jadi, udah aku cet udah aku kasih ini-itu. seharusnya, aku membangunnya dulu
sampai selesai baru disi-isi. Sehingga saat menulis akan konstan, kerena tugasku
hanya menulis, menuangkan saja, tidak diganggu tugas-tugas yang lainnya.
Lalu
tentang penyakit irinya aku kepada teman-teman dan Kak Rama yang bisa jadi
pembicara di seminar. Jawaban Kak Rama, aku tidak boleh ingin persis seperti
mereka yang aku iriin. Aku harus jadi diriku sendiri. Kenapa? karena kalau aku
berkompetensi dengan orang lain. Kalau aku tidak bisa, aku akan stres, kalau
aku bisa, rasanya akan hambar. Aku harusnya berkompetensi dengan diri sendiri:
hari ini harus lebih baik dari kemarin. Aku belajar banyak tentang menyadari
diri sendiri bahwa aku sudah ditakar begini. Jangan hanya lihat
kekurangan-kekurangan, tapi seharus aku fokus yang lain, kelebihanku. Cintailah
diri sendiri dan pahami diri sendiri.
Lalu
kenapa tulisanku datar dan tidak fokus? Fokus itu gampang kalau aku tahu nilai
moral dari tulisanku. Lalu kenapa tulisanku datar? Itu karena aku tidak pintar
membuat kontruksi tulisanku. Lalu aku dijelaskan cara-cara membangun kontruksi
yang membangun ceritaku. Yang paling ingat itu disuruh belajar majas dan banyak
baca.
Ohya,
yang paling shock adalah ketika Kak
Rama bilang mau duet sama aku. Haha! Berani sekali yah, ngajak orang sepertiku
untuk dijadiin temen duet. Yang terpenting Kak Rama mau bantu aku nulis novel. Aku selesaiin drafku, kak Rama yang beresin. Dalam
hati sebenernya, aku jingkrang-jingkrang. Semangatku menggelegar seperti suara
buta ijo.
Tenyata
lama juga sampai rumah saudaranya Kak Rama, sampai mahrib sampailah kami di pucang gading, tinggal nyari
nomor rumahnya aja. Saat sampai di rumahnya, ternyata gelap dan tidak ada
orang. Oow ... hujan turun! Aduh! Jujur aku nahan dingin tuh di dalam taksi,
aduh dasar orang deso. -_- Hiks hiks, ternyata saudara Kak Rama nggak ada. Kami
pun jadinya pulang deh. Di perjalanan kami berhenti di mie ayam Mulyosari. Yuhu!!
Enak banget dingin-dingin makan mie ayam. Dan hampir aja amnesiaku kambuh. HPku
hampir ketinggalan!
Di
perjalanan pulang, di dalam taksi sama penulis novel Mata Kedua yang
denger-denger mau di Flmkan itu. Kami ngobrol lagi tuh. Wah sekarang, tambah
romantis karena di luar taksi hujan lebat.
Aku
bercerita tentang ketakutanku yang begitu banyak! Kata Kak Rama, aku harus
membiasakannya dan aku bukan orang yang bisa dipaksa. Eh, dia tanya tentang
pacarku. Tentu saja, aku jomblo. Aku jomblo loh, jomblo! karena belum nemuin
sesorang. Haha!
Sebelum
sampai ke kosanku, Kak Rama ngajakin aku ke Sidomukti besok pukul tujuh. Oow
galau lagi deh. Jelas-jelas aku pengin ikut. Tapi jumat itu ada dua mata kuliah
dan juga acara itu bareng sama BEM. Ahh tidak! Ketakutanku kembali mewabah. Aku
takut tidak dianggap, aku takut kaya orang ilang di sana. Galauku nambah berapa
lipa? Ratusan! Saat Kak Rama bilang kesempatan nggak datang dua kali loh, Ra!
AAA! Hatiku menjerit-jirit sambil nyakar-nyakar tembok perut. Mulai Aley nih!
Kak
Rama jamin tidak akan meninggalkanku, dan dia bilang Zahra adalah My
Princessnya selama di Semarang. Hohoho! Kak Isye jangan cembuyu yah ... Oh Mas
Slamet juga nggak boleh cemburu *eh
Yah
... pertemuan kami pun berakhir di depan kosku di Jalan Dr. Cipto gang Kampung
Subuh No 80.
Oow!
Sampai-sampai keasikan ngobrol kami lupa foto bareng, tapi aku ngerekam suara
Kak Rama dan menrenung sambil ngerjain tugas Pak Ripai.
Thank
untuk Kak Rama perjalanan ini bernilai miliyaran. Karena rasanya tubuhku jadi
enteng, masalah-masalahku menguap santai. Terima kasih, Kak Rama!
0 komentar:
Posting Komentar