Sabtu, 25 Oktober 2014

Jalan-Jalan Part 1 ( Tiga Jam Lebih Dekat Bersama Kak Ramaditya Andikara)

           Okey, kenalkan dulu namaku Zahra yang kata salah satu temen kelasku aneh karena sangat cerewet. Cerewet kok aneh? Iya, karena cerewetku beda, aku cerewet lewat tulisan, kau bisa melihat setiap menit statusku muncul di barandamu, atau malah statusku berjejer rapi di barandamu. Karena itulah temanku sebal, padahal di dunia aslinya aku kaya orang-orangan sawah yang hanya bergerak jika ada angin. Angin itu dalam bentuk paksaan.



            Mulailah saya benci dengan kekuranganku itu, aku pendiam, sulit bersosialisasi. Aku benci dengan kekuranganku ini, aku ingin bisa ketawa bebas seperti teman-temanku yang lain, friendly, atau setidak-tidaknya dianggap ada. Bahkan aku juga punya sifat iri ketika teman-temanku sudah menerbitkan novel, cerpennya dimuat, bahkan aku iri ketika Kak Ramaditya Andikara bisa berdiri di atas panggung, memberikan materi seminar, semua mata mengarah ke arahnya, semua mata kagum ke arahnya, semua orang mengistimewakannya, semua orang menganggap dia ada. Saat itulah saya mulai ingin menjadi seperti Kak Rama.

            Jujur saat itu aku punya banyak masalah tentang menulis, sampai berminggu-minggu ini aku sulit sekali mengisi word putihku dengan huruf-huruf. Sayang, dalam seminar itu aku tidak diberi kesempatan untuk bertanya. Aku SMS Kak Rama minta foto bareng. Mas Rama membalas, Ayo! Lagi-lagi sayangnya, keberanianku itu sulit sekali didatangkan. Sampai-sampai aku meminta temanku untuk mengantarkan ke depan panggung. Mereka awalnya bertanya-tanya kenapa aku bisa kaya sok kenal banget sama Kak Rama. Aku jawab saja, Kak Rama adalah motivator di KOBIMO, tempat aku berlajar menulis. Dan aku pernah menjadi presenter di sesi Kak Rama di acara Festival Sastra Online KOBIMO. Entahlah, mereka percaya atau tidak tentang itu. Yang terpenting mereka mau juga foto sama Kak Rama. Sehingga, kami pun maju ke panggung.

            Aku belum naik ke panggung, teman-temanku sudah naik ke panggung. Aku mau kembali ke tempat dudukku karena malu dan tidak percaya Kak Rama akan mengenalku. Tapi belum sempat membalikkan tubuh, temanku Risya memanggil namaku. Oh ternyata mereka sudah siap berjejer di samping kiri dan kanan Kak Rama. Aku pun naik panggung, Ira yang berada di kanan Kak Rama menarikku ke sampingnya. Menyebalkan! Kenapa dia nggak menarikku ke samping Kak Rama. Entah keberanian datang dari mana tuh, aku nyapa Kak Rama dan foto bareng berdua.

            Aku udah kembali ke tempat dudukku dan bersiap untuk keluar, tapi karena menemukan foto bareng Kak Rama tadi akunya jelek. Aku pun menarik temanku Damar Ayu untuk motoin aku sama kakak. Terus ketua BEM itu, aku lupa namanya, dia meminta mahasiswa-mahasiswa yang mau foto itu nggak boleh satu-satu, tapi bareng-bareng aja. Lalu aku pun ngobrol sama Kak Rama tentang pendapat Kak Rama tentang suaraku. Si Ketua Bem itu diam, entah apa yang dia kira tentang aku. Yee!! Aku dan Kak Rama pun foto bareng lagi. Tapi, fotonya di HP temen dan sampai sekarang belum sepet aku ambil, karena bluetooth Hpku rusak. -_-

            Masa-masa galau, aku lewati setelah itu. Why? Karena permintaanku buat ngobrol bareng berdua sama Kak Rama akan dilaksanakan setelah seminar selesai. Oow ... aku ada kuliah pukul satu dan aku harus sarapan dulu karena sudah pukul dua belas saat itu. Galauuu kan!

            Galau ini belum berkesudahan sampai kuliah itu selesai. Itu karena Kak Rama mengajakku jalan-jalan. Si pembicara seminar itu ngajakku jalan-jalan, Cuy! Aku yang punya banyak ketakutan ini, tentu saja bingung. Aku ngajak temen-temen buat nganterin aku plus jelasin kenapa bisa Kak Rama ngajak aku jalan-jalan dan pertanyaan-pertanyaan lain kenapa aku bisa kenal Kak Rama. Udah cape-cape jelasin, mereka nggak ada yang mau. Galauku nambah lagi. Aku nggak berani sendirian! ditambah lagi ada tugas yang DLnya besok. Tapi aku pengin ketemu Kak Rama! Parahnya, ternyata aku orang yang labil banget! Udah bilang nggak jadi, beberapa menit berikutnya aku bilang, Aku mau ke sana!

            Prok-prok! Prok! Buat Zahra. Hahaha!

            Lagi-lagi aku ditanya sama temen di depan kos, mau pergi ke mana. Wajahnya sedikit curiga karena aku jarang banget keluar kos, keluar kamar pun jarang. Kembali aku menjelaskan ke mana aku akan pergi, plus jelasin lagi kenapa bisa kenal dan diajak jalan-jalan sama Kak Rama. Akhirnya aku pergi meninggalkan nasi dan sate ayam yang baru saja kubeli pas pulang dari kampus begitu saja. Lalu naik taksi, kendaraan yang jarang sekali aku pakai.

            Permata Guest House di jalan singosari pun aku datangi. Aku pertama kali masuk penginapan. Jadi inget seorang teman yang sudah kuanggap Kakakku yang pernah bekerja di tempat seperti itu, dia menceritakan tentang pasangan remaja yang sering datang ke situ. Aduh, ngeres deh aku. Untung, Kak Rama segera datang. Dia menuruni anak tangga dan langsung menyapaku. Tiga jam lebih bersama Kak Ramaditya Andikara pun dimulai. Hehehe.

            Sedikit waktu aku mundurin, tentang keinginanku ngobrol sama Kak Rama tapi juga mencari solusi tentang masalahku menulis. Itu mungkin yang buat keberanianku datang sendirian ke tempat itu.

Ternyata Kak Rama orang yang sangat santai. Sehingga, aku yang tipikal kaku ini merasa nyaman berada di dekatnya. Aku mulai menceritakan masalahku. Tentang bagaimana aku merasa tertekan saat menulis. Aku merasa tulisanku begitu datar, tulisanku tidak pernah fokus, tulisanku selama setahun tidak ada kemajuan. Dan ceritaku seperti FTV.

Kita ngobrol jam diruang depan penginapan. Lalu, belanjut di dalam taksi menuju rumah saudara Kak Rama di pucang gading  Karangawen, Demak. Di dalam taksi banyak sekali yang kami bicarakan. Oke kita mulai saja!

Aku bilang kebiasaanku membaca paragraf setiap menulis, itu kebiasaan disebabkan karena pembalajaran satu paragraf setiap hari. Karena itulah aku terbiasa membaca ulang paragrafku. Aku tidak menyalahkan seseorang yang menyuruhku mengunakan metode ini. Metode ini mungkin gagal untukku, tapi bisa juga berhasil untuk yang lain. Dan kebiasaan ini jujur susah sekali dihapus, bahkan tulisan ini pun aku tulis dengan beberapa kali membaca ulang padahal belum selesai. Kata Kak Rama, ini seperti aku sedang membangun rumah, tapi baru kamarnya saja yang jadi, udah aku cet udah aku kasih ini-itu. seharusnya, aku membangunnya dulu sampai selesai baru disi-isi. Sehingga saat menulis akan konstan, kerena tugasku hanya menulis, menuangkan saja, tidak diganggu tugas-tugas yang lainnya.

Lalu tentang penyakit irinya aku kepada teman-teman dan Kak Rama yang bisa jadi pembicara di seminar. Jawaban Kak Rama, aku tidak boleh ingin persis seperti mereka yang aku iriin. Aku harus jadi diriku sendiri. Kenapa? karena kalau aku berkompetensi dengan orang lain. Kalau aku tidak bisa, aku akan stres, kalau aku bisa, rasanya akan hambar. Aku harusnya berkompetensi dengan diri sendiri: hari ini harus lebih baik dari kemarin. Aku belajar banyak tentang menyadari diri sendiri bahwa aku sudah ditakar begini. Jangan hanya lihat kekurangan-kekurangan, tapi seharus aku fokus yang lain, kelebihanku. Cintailah diri sendiri dan pahami diri sendiri.

Lalu kenapa tulisanku datar dan tidak fokus? Fokus itu gampang kalau aku tahu nilai moral dari tulisanku. Lalu kenapa tulisanku datar? Itu karena aku tidak pintar membuat kontruksi tulisanku. Lalu aku dijelaskan cara-cara membangun kontruksi yang membangun ceritaku. Yang paling ingat itu disuruh belajar majas dan banyak baca.

Ohya, yang paling shock adalah ketika Kak Rama bilang mau duet sama aku. Haha! Berani sekali yah, ngajak orang sepertiku untuk dijadiin temen duet. Yang terpenting Kak Rama mau bantu aku nulis novel.  Aku selesaiin drafku, kak Rama yang beresin. Dalam hati sebenernya, aku jingkrang-jingkrang. Semangatku menggelegar seperti suara buta ijo.

Tenyata lama juga sampai rumah saudaranya Kak Rama, sampai mahrib  sampailah kami di pucang gading, tinggal nyari nomor rumahnya aja. Saat sampai di rumahnya, ternyata gelap dan tidak ada orang. Oow ... hujan turun! Aduh! Jujur aku nahan dingin tuh di dalam taksi, aduh dasar orang deso. -_- Hiks hiks, ternyata saudara Kak Rama nggak ada. Kami pun jadinya pulang deh. Di perjalanan kami berhenti di mie ayam Mulyosari. Yuhu!! Enak banget dingin-dingin makan mie ayam. Dan hampir aja amnesiaku kambuh. HPku hampir ketinggalan!

Di perjalanan pulang, di dalam taksi sama penulis novel Mata Kedua yang denger-denger mau di Flmkan itu. Kami ngobrol lagi tuh. Wah sekarang, tambah romantis karena di luar taksi hujan lebat.

Aku bercerita tentang ketakutanku yang begitu banyak! Kata Kak Rama, aku harus membiasakannya dan aku bukan orang yang bisa dipaksa. Eh, dia tanya tentang pacarku. Tentu saja, aku jomblo. Aku jomblo loh, jomblo! karena belum nemuin sesorang. Haha!

Sebelum sampai ke kosanku, Kak Rama ngajakin aku ke Sidomukti besok pukul tujuh. Oow galau lagi deh. Jelas-jelas aku pengin ikut. Tapi jumat itu ada dua mata kuliah dan juga acara itu bareng sama BEM. Ahh tidak! Ketakutanku kembali mewabah. Aku takut tidak dianggap, aku takut kaya orang ilang di sana. Galauku nambah berapa lipa? Ratusan! Saat Kak Rama bilang kesempatan nggak datang dua kali loh, Ra! AAA! Hatiku menjerit-jirit sambil nyakar-nyakar tembok perut. Mulai Aley nih!

Kak Rama jamin tidak akan meninggalkanku, dan dia bilang Zahra adalah My Princessnya selama di Semarang. Hohoho! Kak Isye jangan cembuyu yah ... Oh Mas Slamet juga nggak boleh cemburu *eh

Yah ... pertemuan kami pun berakhir di depan kosku di Jalan Dr. Cipto gang Kampung Subuh No 80.

Oow! Sampai-sampai keasikan ngobrol kami lupa foto bareng, tapi aku ngerekam suara Kak Rama dan menrenung sambil ngerjain tugas Pak Ripai.

Thank untuk Kak Rama perjalanan ini bernilai miliyaran. Karena rasanya tubuhku jadi enteng, masalah-masalahku menguap santai. Terima kasih, Kak Rama!

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates