Sabtu, 21 Januari 2017

Apa Aku Terlalu Kuat, Tuhan?


Pah, rasanya terlalu sesak, Pah. Setiap ingat kenangan bersamamu aku mataku sepertinya lupa caranya menampung air mata. Semuanya tumpah.
Dan jika aku mencoba tidur sesak di dada semakin parah dan air matamu seperti semakin deras. Maka cara terbaik untuk mengehentikan semua ini adalah menulisnya, Pah.

Dan meskipun aku harus menangis untuk kembali mengingat. Aku sungguh tak apa-apa, Pah. Aku harus ingat. Aku tidak boleh lupa. Meski ingatan itu sudah berlalu, hampir sembilan tahun, aku harus tetap mengingatnya. Maka, aku akan menuliskan semua tentangmu, Pah. Semuanya.
Pah, malam ini, aku merasa sangat bersalah. Dan seperti malam-malam sebelumnya, aku sungguh merasa bersalah padamu. Ketika kau hanya memikirkan kami, meskipun kau menahan luka. Ketika kau meminta pulang dari rumah sakit, walaupun kau belum mendingan. Ketika kau tak mau kakimu diamputasi, padahal dokter menyuruhmu melakukannya. Kau bilang, aku tidak mau membayar uang 10 juta untuk kehilangan kakiku. Bukankah itu lebih baik, dibandingkan kau kehilangan nyawamu, Pah! Karena aku sangat berharap kau ada di sini.

Tiga paragraf yang aku tulis ini, sudah menghabiskan banyak tisu untuk mengelap air mataku, Pah.


Pah, aku ingin sekuat kau, Pah. Tetapi aku tak sekuat kau, Pah. Tuhan tampaknya menganggap aku sangat kuat, Pah. Ini terlalu berat, Pah. Aku ingin kau memelukku, Pah. Setidaknya, katakan bahwa kau ada bersamaku. Maaf, Pah. Aku rindu. Aku sanggat rindu. 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates