Kamis, 01 Mei 2014

Abdullah bin abdul kadir munsyi dan Raja Ali haji berikut 12 bigrafi dan gurindamnya (Pujangga baru)

Tokoh dan Karya Pujangga Baru
Oleh: Zahratul Wahdati (13410013)
1.  Abdullah bin abdul kadir munsyi
Sering disebut Abdullah Munsyi. Lahir 1796, melaka, malaca. Indonesia sudah mulai dijajah. Meninggal di mecca, atau mekah.
Bapak sastra melayu moderen melingkupi indonesia, malaysia, singapura. Lebih dihormati di singapura karena salah satu orang yang menandai singapura atau mencatat pertama kali.

Karyanya biografi.
Sir stamford raffles, penemu singapure. Menyuruh abdullah menerjamahkan injil
Karyanya disebut dengan hikayah abdullah warna hijau dengan huruf bahasa arab jawi, atau arab gundul. Teksnya tidak ada indonesia, tapi hanya di singapura. Hikayat abdullah itu berisi hikayat dirinya. Dia menulis yang cerdas, karna menulisnya sangat detail.
Karna dia menguasai bahasa jawa, inggris, melayu. Rafles menyuruh menerjemahkan karya-karya inggris untuk singgapura.
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (Munshi) (Malaka, 1796 - Mekkah , 1854 (dahulu Turki sekarang Arab Saudi) adalah seorang sastrawan Melayu.
Abdullah merupakan peranakan Arab dan Tamil, namun dibesarkan di tengah budaya Melayu di Melaka, yang pada saat itu baru saja dijajah Britania. Dia bekerja sebagai guru bahasa (munsyi). Pada awalnya dia mengajarkan bahasa Melayu kepada tentara keturunan India di garnisun Melaka, dan kemudian kepada para misionaris, pegawai dan pebisnis Britania dan Amerika Serikat. Dia pernah bekerja untuk Thomas Stamford Raffles sebagai juru tulis, menerjemahkan Injil serta teks agama Kristen lainnya untuk London Missionary Society di Malaka, dan menjadi pencetak untuk American Board of Missions di Singapura.[1] Abdullah meninggal di Mekkah, kemungkinan karena penyakit kolera, pada saat hendak menjalankan ibadah haji
Daftar karya
Karya asli
1.      Kisah Pelayaran Abdullah bin Abdulkadir Munsyi dari Singapura sampai ke Kelantan
2.      Hikayat Abdullah
3.      Kisah Pelayaran Abdullah dari Singapura sampai ke Mekah
4.      Syair Singapura Terbakar
5.      Syair Kampung Gelam Terbakar
6.      Ceretera Kapal Asap
7.      Ceretera Haji Sabar Ali
8.      Karya terjemahan dan suntingan
9.      Hikayat Panca Tanderan
10.  Sejarah Melayu (edisi Abdullah)
2.     Raja Ali haji berikut 12 bigrafi dan gurindamnya
Beliau dari pulau penyengat, kota tanjungpinang kepulauan riau. Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad nama lengkap. keturunan Bugis dan Melayu.
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 – meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu.  Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Raja Ali Haji merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis. Dia putra dari Raja Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua setelah melakukan ziarah ke Mekah.  Fisabilillah adalah keturunan keluarga kerajaan Riau, yang merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang ke daerah tersebut pada abad ke-18.  Bundanya, Encik Hamidah binti Malik adalah saudara sepupu dari ayahnya dan juga dari keturunan Suku Bugis.

Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis (“Bingkisan Berharga” tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Sebagian besar sumber menyatakan bahwa Raja Ali Haji wafat pada tahun 1872 di Pulau Penyengat  di Kepulauan Riau, tetapi tanggal kematiannya sedang diperdebatkan setelah bukti-bukti yang tersebar muncul untuk menentang klaim ini. Diantaranya, bukti yang terkenal adalah surat yang ditulis pada tahun 1872 ketika Raja Ali Haji menulis surat kepada Herman Von De Wall, seorang ahli kebudayaan Belanda, yang kemudian meninggal di Tanjung Pinang pada tahun 1873.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.

Karya-karyanya
Puisi

1.      1847 : Gurindam Dua Belas

Buku

1.      1860s : Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga)
2.      1865 : Silsilah Melayu dan Bugis

Karya lain

1.      1857 : Bustan al-Kathibin
2.      1850-an: Kitab Pengetahuan Bahasa (Tidak selesai)
3.      1857 : Intizam Waza’if al-Malik
4.      1857 : Thamarat al-Mahammah

5.      Gurindam 12, Raja Ali Haji
6.      Posted on 21 Oktober 2010 by kelasmayaku

GURINDAM DUA BELAS

karya: Raja Ali Haji

Satu

Ini Gurindam pasal yang pertama:

Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.

Dua

Ini Gurindam pasal yang kedua:

Barang siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
Tiadalah ia menyempurnakan janji.

Tiga

Ini Gurindam pasal yang ketiga:

Apabila terpelihara mata,
Sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
Khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
Niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
Daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
Daripada berjaian yang membawa rugi.

Empat

Ini Gurindam pasal yang keempat:

Hati itu kerajaan di daiam tubuh,
Jikalau zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
Datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
Di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda orang yang amat celaka,
Aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
Itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
Janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
Mulutnya itu umpama ketor.
Di mana tahu salah diri,
Jika tidak orang lain yang berperi.

Lima

Ini Gurindam pasal yang kelima:

Jika hendak mengenai orang berbangsa,
Lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Enam

Ini Gurindam pasal yang keenam:

Cahari olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
Yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan ‘abdi,
Yang ada baik sedikit budi,

Tujuh

Ini Gurindam pasal yang ketujuh:

Apabila banyak berkata-kata,
Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat honar.

Delapan

Ini Gurindam pasal yang kedelapan:

Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
Orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
Daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
Biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
Setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
Kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
Keaiban diri hendaklah sangka.

Sembilan

Ini Gurindam pasal yang kesembilan:

Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,
Bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
Itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
Di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
Di situlah syaitan tempat bergoda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
Di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
Syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
Dengan syaitan jadi berseteru.

Sepuluh

Ini Gurindam pasal yang kesepuluh:

Dengan bapa jangan durhaka,
Supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
Supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
Supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan kawan hendaklah adil,

Supaya tangannya jadi kapil.

Sebelas

Ini Gurindam pasal yang kesebelas:

Hendaklah berjasa,
Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
Jangan memalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.

Duabelas

Ini Gurindam pasal yang kedua belas:

Raja mufakat dengan menteri,
Seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
Tanda jadi sebarang kerja.
Hukum ‘adil atas rakyat,
Tanda raja beroleh ‘inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
Tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
Tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
Itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.

Tamatlah Gurindam yang duabelas pasal yaitu karangan kita Raja Ali Haji pada tahun Hijrah Nabi kita seribu dua ratus enam puluh tiga likur hari bulan Rajab Selasa jam pukul lima, Negeri Riau, Pulau Penyengat.


Keterangan :



Bakhil ; kikir atau pelit

Balai : rumah tempat menanti raja (di antara kediaman raja-raja)

Bachri : hal mengenai lautan (luas)

Berperi : berkata-kata

Cindai : kain sutra yang berbunga-bunga

Damping : dekat, karib, atau akrab

Fi’il : tingkah laku, perbuatan

Hujjah : tanda, bukti, atau alasan

Inayat : pertolongan atau bantuan

Kafill : majikan atau orang yang menanggung kerja

Kasa : kain putih yang halus

Ketor : tempat ludah (ketika makan sirih), peludahan

Ma’rifat : tingkat penyerahan diri kepada Tuhan yang setahap demi setahap sampai pada tingkat keyakinan           yang kuat

Menyalah : melakukan kesalahan

Mudarat : sesuatu yang tidak menguntungkan atau tidak berguna

Pekong : (pekung) penyakit kulit yang berbau busuk

Penggawa : kepala pasukan, kepala desa

Perangai : sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan

Senonoh : perkataan, perbuatan, atau penampilan yang tidak patut (tidak sopan)

Tegah : menghentikan

Teperdaya : tertipu

Termasa : tamasya

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 ZAHRATUL WAHDATI
| Distributed By Gooyaabi Templates