Timun Untuk Permintaan Maaf
Dedeng!!! Cenak kedua aku di padang ekpress dateng, ceilah! Seneng dong! Rasanya aku bisa buktiin pada diri sendiri kalau aku tuh bisa bikin cerita :v
Terimakasih untuk semua orang yang mendukung Ara, tanpa kalian mungkin Ara sudah berhenti menulis. Kemarin pas cernak pertamaku dimuat kak Erna masih ngucapin selamat. Tetapi cernak ini, hiks-hiks .... Ini cernak ara hadiahkan khusus untuk Kak Erna terimakasih banyak selama dua tahun mengenal Ara, Kak Erna terus menyemangati Ara.
Ara posting versi belum direvisi sama editornya yah .... yang direvisi hanya judul dan nama kancil, yang awalnya Kaci menjadi Kacil. Ohya yang paling keren tuh ilustrasinya, kemarin pas cernakku yang pertama nggak ada ilustrasinya. Kali ini ada. Dan unyu-unyu.
Ini dia ...
Aku kirim tanggal 8 April dan dimuat 12 April 2015, cepet banget kan :)
Aku kirim tanggal 8 April dan dimuat 12 April 2015, cepet banget kan :)
Kalau mau baca versi pedek silakan klik di sini http://m.padek.co/detail.php?news=23309
Timun Pemintaan Maaf
Oleh: Diy Ara
Jiji si
anjing sakit. Ia tidak bisa melaksanakan tugasnya, menjaga kebun Pak Tani.
Padahal, beberapa hari lagi sayuran-sayuran akan siap dipanen.
Jiji sangat takut, bagaimana kalau hewan-hewan mencuri sayuran itu.
Dua hari kemudian, Jiji merasa tubuhnya sudah
sehat. Sambil mengonggong riang, ia menuju kebun ketika subuh tiba. Ia bernapas
lega, melihat terong ungu, kubis, dan sawi yang besar-besar. Namun, betapa
terkejutnya ia ketika sampai di kebun timun. Tanaman yang merambat di
bilah-bilah bambu itu dahan-dahannya banyak yang patah dan rusak. Timunnya
sudah tidak ada satu pun.
“Oh, tidak!
Siapa yang berani mencuri semua timun? Awas kalau ketemu!” Jiji mengendus-edus
tanah, mencari jejak pencurinya. Ia menemukan banyak jejak kaki Pak Tani. Ia juga
menemukan jejak kaki lain. “Ini ... ini pasti jejak kaki kancil! Aku yakin!”
“Awas kau
kancil!”
Dengan kencang, Jiji berlari ke hutan. Mencari keberadaan si
kancil. Setelah bertanya pada beberapa hewan, ia pun menemukan rumah kancil.
Digedornya keras pintu kayu itu, hingga Kaci si kancil membukanya.
“Kau harus bertanggung jawab dengan apa yang kau lakukan,
Kaci!”
Kaci tampak bingung. “Memang apa yang aku lakukan?”
“Kau jangan pura-pura tidak tahu!” bentak Jiji. “Dasar
pencuri!”
“Apa? Pencuri?” Kaci semakin tampak bingung.
“Aku tahu, kau yang mencuri timun Pak Tani kan!”
“Tidak! Aku tidak melakukannya, aku tidak mencuri!” Kaci
menggelengkan kepalanya.
“Mana ada pencuri yang mengaku!” Jiji mendengus kesal. “Kau
terkenal suka mencuri timun! Sudah akui saja!”
“Sungguh aku tidak mencurinya, Jiji. Aku bisa mencari
makanan di hutan. Di sana banyak sekali makanan. Aku tidak perlu mencuri di
kebun Pak Tani lagi.” Kaci terus mencoba meyakinkan.
“Alah, berhenti pura-pura! Kau memang pencurinya, aku punya
buktinya.”
“Mana? Coba tunjukan!”
“Baik, ikut aku!”
Jiji membawa Kaci menuju kebun timun dan menunjukan jejak
kaki kancil. “Itu jejak kakimu kan?”
Kaci melihat jejak kaki itu lebih dekat dan membandingkanya
dengan telapak kakinya. Kok sama, pikirnya.
“Betul kan itu jejak kakimu?” tanya Jiji diulang. “Kau
pencurinya!”
“Aku memang pernah
melewati kebun ini saat pulang dari sungai. Jujur, saat itu aku memang lapar
dan tergiur mengambil timun. Tetapi, tidak jadi. Aku ingat, kejadian terakhir
kali aku mencuri. Aku kapok!”
Jiji tertawa mengejek. “Jangan mengarang cerita, Kaci! Sudah
akui saja kau mencuri semua timun di kebun ini.”
“Sungguh, aku tidak mencuri! Dan bagaimana mungkin hewan
kecil seperti aku bisa mencuri semua timun di kebun yang luas ini?” kata Kaci
membela diri.
“Kau pasti mencuri bersama teman-temanmu.”
“Kalau seperti itu harusnya banyak jejak kaki kancil di sini?”
Jiji bingung menjawab pertanyaan Kaci. Ia hanya menemukan
jejak kaki seekor kancil. Tetapi, Jiji ingat kancil terkenal sangat licik.
“Jangan mencoba menjebakku, Kaci! Kau memang pencurinya!”
Nada suara Jiji semakin keras. “Ikut aku! Kau harus aku adukan kepada Pak
Tani.”
Dengan gonggongannya yang seram, Jiji memerintah Kaci menuju
halaman rumah Pak Tani. Kaci tampak gemetaran. Ia ingat dulu saat ia hampir dihajar
Pak Tani karena ketahuan mencuri timun. Untungnya, ia bisa kabur.
Mereka berhenti, melihat mobil bak terbuka di halaman rumah
Pak Tani. Pak Tani dan si supir keluar dari rumah sambil memikul keranjang dan
menaikannya ke mobil. Ada benda hijau tak sengaja jatuh dari keranjang. Jiji menghampiri
dan ternyata benda hijau itu timun. Ia ingat, kalau banyak jejak kaki Pak
Petani di kebun timun. Itu pasti karena Pak Tani sudah memanen timunnya.
Ia menoleh ke arah Kaci. Jiji merasa bersalah tetapi ia malu mengakuinya. Ia mengigit timun
yang terjatuh itu dan medekati Kaci.
“Ini untukmu, timun pemintaan maaf,” kata Jiji sambil
meletakan timun dari mulutnya ke tanah. “Maafkan aku telah menuduhmu mencuri.
Aku menyesal.”
“Kau tahu sekali, aku sangat lapar!” seru Kaci riang sambil
mengigit timun pemberian Jiji. “Terimakasih. Aku sudah memaafkanmu.”
Jiji merasa lega, Kaci tidak marah. Ia janji tidak akan
bersikap gegabah dan menuduh sembarang lagi.
-tamat-
0 komentar:
Posting Komentar