Belajar dari Pengalaman (Jangan Buatkan tapi Ajari)
Hal yang menyakitkan yang tidak akan saya
ulangi lagi: membiarkan nama di karya saya berubah menjadi nama teman. Sungguh,
rasanya sakit sangat menyakitkan bahkan membuat saya menangis. Hari ini temen
saya meminta mebuatkan dia cerpen. Dan tentu saya menolak. Saya sebenernya
orang yang tidak enakan dan suka berburuk sangka, saya takut karena saya
menolak “membantu”nya saya dicap pelit dan sombong. Ah, tetapi saya tidak mau
lagi merasakan sakit yang saya alami dulu.
Dulu saya pernah melakukan hal itu,
teman-teman di kelas meminta bantuan membuatkan puisi. Awalanya hanya teman
sebangku lalu merambat ke teman-teman lain, sampai hampir sepuluh anak. Saya
kira saat itu saya membantu mereka, tetapi ternyata tidak selamanya berbuat
baik itu baik hati. Tetapi saya malah merasa saya itu goblog sekali. Merelakan
karya saya disebut dan dibacakan di depan kelas bukan sebagai karya saya tetapi
karya teman saya. Betapa bodohnya saya saat itu. Bahkan puisi saya yang ada di
teman saya mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Tentu lebih tinggi
dibandingkan puisi yang saya bacakan. Mungkin saat itu saya terlalu naif,
kekanak-kanakan menganggap membantu mereka akan membuat keberadaan saya
dianggap. Namun, endingnya saya malah merasakan sesak dan menangis di toilet.
Tidak ada yang peduli, mereka tidak peduli, mereka hanya butuh puisi saya.
Tidak peduli perasaan saya.
Makanya kali ini dan seterusnya saya akan
menolak membuatkan teman cerpen, meski sedekat apapun teman itu dengan saya.
Saya tidak mau. Saya tidak rela karya saya dianggap karya dia. Meskipun karya
saya masih belum bagus, dan masih menye-menye saya tidak akan membiarkan
siapapun menganti nama di sana.
Saya memang menolak untuk membuatkan cerpen,
tapi bukan berarti saya tidak mau membantu. Saya akan membantu teman ataupun siapapun
dalam menulis. Saya akan membantu kritik dan memberi saran. Bahkan kalau kamu
mau, ayo belajar bersama sampai bisa menulis. Saya juga masih belajar kok!
i love you
0 komentar:
Posting Komentar