Cerita Anak Memilih Pintu
Cernak ini dimuat di Suara Merdeka, 22 Januari 2017
Memilih Pintu
Oleh: Zahratul Wahdati
Di
Negeri Kurcaci, ada tradisi unik ketika kurcaci anak-anak memilih sekolah. Satu
per satu kurcaci akan masuk ke ruang panjang. Di ruang itu, akan ada sepuluh
pintu tertutup rapat. Dengan papan nama sekolah tergantung di setiap pintu.
Setiap kurcaci akan diberi waktu satu jam untuk membuka satu pintu.
“Mana
pintu yang harus kupilih, ya?” pikir Kurcaci Arara yang kini berada di ruang
panjang.
Arara
menatap pintu berwarna emas. Di pintu itu ada papan bertuliskan: Pintu Sekolah
Bahasa Kurcaci. Arara ingin sekali membuka pintu itu. Namun, kata-kata Ibu
membuatnya tidak berani memegang gagang pintu itu.
Ibu
pernah berkata, “Sekolah Bahasa Kurcaci itu apa? Bukankah, kamu sudah
menggunakan bahasa kurcaci itu sejak kecil. Untuk apa kamu belajar bahasa
kurcaci lagi di sekolah itu? Tidak ada gunanya, Arara.”
Arara juga ingat cerita Kurcaci Milsa, sahabatnya,
tentang Sekolah Bahasa Kurcaci. Kata Milsa, “Aku yakin kamu akan menyesal jika
membuka pintu emas. Karena tubuhmu akan ditarik menuju sebuah bangunan tua di
tengah hutan lebat. Itu bangunan sekolah terjelek dibandingkan sekolah lain. Menyeramkannya
lagi, kamu harus hati-hati. Soalnya banyak binatang buas di hutan itu yang siap
memakan para kurcaci.”
Terpaksa
Arara pun menjauh dari pintu emas. Berpindah ke pintu biru muda. Dengan papan
nama bertuliskan: Sekolah Musik Kurcaci.
“Pasti
Milsa akan membuka pintu ini. Dia sangat suka musik. Dia bahkan bisa memainkan
seruling dengan merdu.” Arara menatap arlogi. Waktu memilih pintu tersisa tiga
puluh menit. “Apa aku buka pintu ini saja? Biar aku satu sekolah dengan Milsa.
Jadi aku tenang, karena aku sudah punya teman di sekolah itu.”
Arara
mengangguk mencoba meyakinkan diri. Tetapi, dia menarik tangannya sebelum menyentuh
gagang pintu biru itu. “Tidak, tidak! Aku tidak suka menghapalkan nada.”
Waktu
memilih semakin menipis. Sepuluh menit lagi, sepuluh pintu itu akan terkunci dan
tidak bisa dibuka Arara. Arara pun harus keluar dari ruangan ini. Soalnya, akan
ada giliran peri lain untuk memilih pintu.
“Apa
aku pilih saja pintu sesuai saran Ibu?” Arara melangkah sambil membaca papan
nama di setiap pintu.
“Ini dia, pintu yang disarankan Ibu.” Arara
berdiri di depan pintu berwarna merah bercampur putih: Sekolah Kesehatan
Kurcaci. Sekolah ini terkenal menciptakan kurcaci-kurcaci hebat. Seperti Dokter
Kurcaci Jisel, bibi Arara.
Arara
kagum dengan Dokter Jisel. Apalagi ketika beberapa koran memberitakannya. Dari
mulai, kejadian penyelamatan puluhan kurcaci terluka karena longsor. Sampai
berita Dokter Jisel berhasil menyelamatkan Ratu Peri dari racun.
"Kalau
aku memilih pintu ini, Ibu pasti bangga. Milsa pasti mendecak kagum. Sayangnya,
aku takut darah.” Arara menggeleng-geleng. "Aku tidak mau masuk ke Sekolah
Kesehatan Kurcaci."
Arara
kembali menuju pintu emas. Membaca kembali papan bertuliskan Sekolah Bahasa
Kurcaci.
"Apa yang akan terjadi jika aku memilih
pintu ini? Tinggal dua menit lagi. Tapi aku takut membukanya."
Tiba-tiba,
pintu emas itu terbuka.
Astaga!
Seekor beruang besar tampak di ambang pintu. Tentu, Arana terkejut sampai
terjengkang.
Beruang
itu membuka mulut besarnya. Meraung-raung. Tangannya bergerak mencakar-cakar
udara. Tubuh Arara bergetar hebat. Ia ingin minta tolong, tetapi suaranya
lenyap. Air mata Arara menetes.
Untung
saja, tak lama, seorang kurcaci keluar dari pintu itu. Ia menirukan raungan
beruang. Beruang juga ikut meraung. Arara dibuat bingung. Beruang dan kurcaci
itu seperti sedang bercakap-cakap. Atau lebih tepatnya meraung-raung.
"Maafkan
Beru Beruang, ya. Kami sedang bermain petak umpet di sekitar sekolah. Dan Beru
tidak sengaja menemukan pintu ini. Dia tadi minta maaf kepadamu. Tapi kamu
malah menangis. Namaku Kurcaci Erabel," ucapnya.
"Kamu
tahu bahasa beruang?" tanya Arara heran.
"Iya.
Di sekolahku, aku belajar bahasa kurcaci agar bisa berkomunikasi dengan hewan.
Dan masih banyak kegiatan seru lainnya," kata Kurcaci Erabel ceria.
"Oh, tidak! Istirahat sudah selesai. Aku harus masuk ke sekolah. Sampai
jumpa!"
Erabel
menutup pintu itu. Waktu memilih tinggal beberapa detik lagi. Satu per satu
pintu mulai terkunci. Tepat di detik terakhir, Arara membuka pintu emas.
Tubuhnya tertarik masuk. "Aku harus berani memilih, dan yakin dengan
keputusanku."
Akhirnya,
tahun ini Arara menjadi siswa di Sekolah Bahasa Peri. Tidak seperti yang dia
takuti. Di sekolah itu, dia punya banyak teman kurcaci bahkan hewan. Dengan
prestasinya menjinakkan hewan-hewan buas. Negeri Kurcaci menjadi aman dan damai.
Ibu sangat bangga pada Arara.(*)
Keren banget🤩
BalasHapus