Cernak Koran Solo Post, Gaun Biru Selen Dimuat Minggu, 20 Desember 2015
Ini cerpen perdana Ara yang dimuat di Cernak Koran Solo Post. Ide cerita ini didapatkan dari atikel di Majalah Bobo yang mengatakan bahwa nyamuk sangat suka hinggap di warna biru, dibandingkan warna lain. Dari artikel itulah cerpen ini Ara buat. Memberikan kepada pembaca ilmu dan pengetahuan tentang fakta unik nyamuk. Awalnya cernak ini sudah dua kali dikirim ke koran, selain Koran Solo Post, tetapi tidak ada kabar. Lalu Ara ganti nama tokoh yaitu Seon Kurcaci menjadi Selen, dan revisi dengan mengefektifkan kalimat-kalimatnya, dan akhirnya dikirim ke Koran Solo Post pada tanggal 1 Desember 2015. 19 hari masa tunggunya. Hehehe ....
Terima kasih. Selamat membaca ...
Gaun
Biru Selen
Oleh:
Zahratul Wahdati
Selen si perancang gaun berjalan
anggun menuju rumah Hira. Dengan sombong, ia memamerkan gaun yang dikenakannya
kepada penduduk Negeri Marara. Gaun selutut itu berwarna biru terang. Sebuah
mahkota bunga melingkar di kepala Selen.
“Hira,
ayo berangkat!” teriak Selen sesampainya di rumah Hira. “Aku sudah tidak sabar
bertemu, Yolli!”
Yolli
adalah perancang pakaian ternama. Idola Selen.
Hira
keluar dari rumah dan terkejut. “Selen, pakaianmu itu ....”
“Keren,
kan? Pakaian ini khusus kubuat untuk menghadiri pesta ulang tahun Yolli. Aku
tidak akan menjualnya. Jadi, jangan bermimpi untuk mendapatkannya, Hira!”
“Bukan
itu maksudku, lebih baik kamu ganti pakaianmu. Aku akan menunggumu.”
Selen
tertawa. “Aku tahu maksudmu. Pasti kamu takut kan, para wartawan yang
menghadiri pesta itu akan menyangka aku adalah Yolli. Sebab, dengan pakaian ini
aku terlihat cantik dan mengaggumkan.”
“Bukan
itu ....”
Selen
memotong ucapan Hira lagi. “Apa kamu iri karena pakaianku lebih bagus dibandingkan
pakaianmu.” Selen mengamati gaun ungu tua yang dikenakan Hira. Sangat
sederhana.
“Kita
akan melewati hutan Derona. Seharusnya, kamu jangan memakai pakaian berwarna
terang. Soalnya ....”
“Warna
biru itu warna kesukaanku. Lagi pula, pakaian biru terang ini malah akan
bersinar di hutan Derona.” potong Selen cepat. “Ayo berangkat!”
Rumah
Yolli berada di balik hutan Derona. Selen dan Hira baru kali ini, melewati
hutan itu. Hutan itu amat lebat. Pohon-pohonnya tinggi dan rapat. Semak belukar
tumbuh subur. Aroma dedaunnya sungguh segar.
“Ah,
sepatuku kotor! Tanahnya becek.” keluh Selen mendapati air merembes masuk ke dalam
sepatu kainnya.
Hira
tenang-tenang saja, soalnya ia memakai sepatu bot. Jadi, kakinya tidak basah.
“Kemarin kan, Pak Jeto si pencari kayu sudah menyarankan kalau kita harus
memakai sepatu bot.”
“Ke
pesta menggunakan sepatu bot? Nanti bisa-bisa kita ditertawakan.” Tangan Selen
sibuk menepuk nyamuk-nyamuk yang mengigitnya. Nyamuk-nyamuk itu banyak dan ganas.
Sunggut penghisapnya bahkan menembus pakaian Selen. “Aduh! Nyamuknya banyak
sekali!”
“Tadi,
aku kan menyuruhmu mengganti pakaian. Tapi, kamu tidak mau. Nyamuk itu sangat
suka hinggap di tempat berwarna biru dibandingkan dengan tempat berwarna
lainnya.”
“Tidak
mungkin aku menganti pakaian ini. Kan sudah aku bilang, aku membuat pakaian ini
khusus untuk menghadiri pesta Yolli!” Selen sangat kesal. Bukan hanya karena
nyamuk yang tak berhenti menghinggapinya. Tetapi, Selen merasa Hira sangat
cerewet.
Hira
akhirnya diam saja, karena tidak mau bertengkar dengan Selen.
“Nyamuk
itu tidak suka bau harum kan?” Selen merogoh saku celananya. Ia menyemprotkan parfum ke
tubuhnya.
“Berhenti,
Selen! Jangan memakai parfum!” pekik Hira.
Selen
tidak mendengarkan ucapan Hira. Ia malah menyemprotkan parfum berulang-kali ke
tubuhnya. Udara menjadi sangat harum. Membuat Hira menutup hidungnya dengan
tangan.
“Sudah,
Selen! Nanti ....”
“Nanti
nyamuknya mati, kasihan!” Selen tertawa sambil melangkah mendahului Hira.
Ngung
ngung ngung .... Tiba-tiba, gerombolan lebah terbang menuju ke arah Selen.
Mengejar Seon yang berusaha lari sekencangnya.
“A!
Tolong aku, Hira! Aduh!” teriak Selen kencang. Beberapa lebah berhasil mengigit
lengan, kaki, dan wajahnya.
Hira berlari mengejar Selen. Ia mencoba
membantu, tetapi ia tidak tahu cara mengusir para lebah. Mata Hira melebar,
ketika telinganya mendengar suara arus air sungai yang deras. “Selen, cepat lompat
ke air sungai!” teriak Hira.
Tanpa
berpikir panjang, Selen melompat ke air sungai dan menyelam. Beberapa detik
kemudian, kepalanya muncul ke permukaan. Ia bernapas lega, melihat lebah pergi
menjauh.
“Lebah
sangat menyukai bau wangi-wangian. Maafkan aku membuat gaunmu basah.” kata Hira
sambil membantu Selen keluar dari air sungai.
“Aku
yang harusnya minta maaf. Harusnya aku mau mendengarkan nasehatmu. Dan terima kasih
karena sudah menolongku.” Selen
tersenyum. “Ayo kita pulang!”
“Tidak
mau! Meskipun gaunmu basah, kamu harus tetap datang ke pesta Yolli. Kita sudah
berjanji padanya.” Hira mencoba meyakinkan.
“Baiklah!”
Beruntung Selen mendengarkan nasehat
Hira untuk tetap datang ke pesta Yolli. Meskipun, di pesta itu para hadirin
menatap aneh karena gaun Selen basah. Tetapi, Yolli sangat senang dengan
kehadiran mereka. Bahkan, Yolli memberikan gaun rancangannya kepada Selen. Selen
melompat-lompat kegirangan. Ia tidak percaya akan mendapatkan pakaian dari
idolanya. Ini semua berkat Sahabatku, Hira. Batin Selen.(*)
Universitas PGRI Semarang, 30 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar