Cernak Kakakku Dokter di Pedalaman dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur 18 Oktober 2015
Heloo sahabat Diy Ara :) mau cerita sedikit tentang cernak ini. Cernak ini pertama kalinya nembus nusantara bertutur. Kedua kalinya nembus media nasional. Yang penting jangan pantang menyerah teman-teman, ditolak kirim lagi. Pasti deh, suatu saat, cernakmu yang akan nongol di Nubi.
Awalnya, ara nggak punya ide tema Hari Dokter Nasional ini. Jujur ide ini baru muncul pukul tujuh. Saat browsing-browsing masalah-masalah dokter. Eh keluarlah berita dokter meninggal di pedalaman karena malaria. Wah masih ada waktu beberapa jam kan DLnya pukul dua belas malam. Ngebuutttt deh! Sampai-sampai cuma direvisi dikit doang, biasanya kalo mau ngirim pasti minta dikritik saran dulu sama temen. Yah tapi nggak ada waktu, Akhirnya bismillah go! Kirim deh. Dan nggak nyangka dimuat.
Terimakasih buat Kak Ganda yang pertama kali memberitakukan cernak ini dimuat dan terimakasih untuk semuanya.
Cernak ini aku hadiahkan untuk adikku Diy! Orang yang selalu menjadikanku kuat!
Oh, ya, judulnya, diganti sama Nubi. Dan ini naskah aslinya.
Awalnya, ara nggak punya ide tema Hari Dokter Nasional ini. Jujur ide ini baru muncul pukul tujuh. Saat browsing-browsing masalah-masalah dokter. Eh keluarlah berita dokter meninggal di pedalaman karena malaria. Wah masih ada waktu beberapa jam kan DLnya pukul dua belas malam. Ngebuutttt deh! Sampai-sampai cuma direvisi dikit doang, biasanya kalo mau ngirim pasti minta dikritik saran dulu sama temen. Yah tapi nggak ada waktu, Akhirnya bismillah go! Kirim deh. Dan nggak nyangka dimuat.
Terimakasih buat Kak Ganda yang pertama kali memberitakukan cernak ini dimuat dan terimakasih untuk semuanya.
Cernak ini aku hadiahkan untuk adikku Diy! Orang yang selalu menjadikanku kuat!
Oh, ya, judulnya, diganti sama Nubi. Dan ini naskah aslinya.
Dokter Manis di Weime
Oleh: Diy Ara
Sejak pulang sekolah, Rara duduk di
dekat telepon rumah. Beberapa kali, ia menatap telepon itu, lalu berbisik,“Kak
Dilan, Rara kangen.” Sayangnya, telepon itu tetap tidak berdering. Rara menjadi
kesal.
“Andai
Rara punya kakak kayak kakaknya Sena. Seorang polisi hebat, yang selalu
mengantar Sena ke sekolah.”
“Kak
Dilan dokter yang hebat, lho!” seru Mama.
“Dokter
hebat harusnya ada di rumah sakit. Tidak di hutan seperti Kak Dilan.” protes
Rara. “Kak Dilan malahan tidak punya waktu, sudah sebulan Kak Dilan tidak menelepon.”
Mama mengusap rambut panjang Rara. “Kak Dilan pasti
kangen Rara. Tetapi, Kak Dilan kan, sekarang tinggal di Kabupaten Pegunungan
Bintang, Papua. Tepatnya di Disktrik Weime. Itu daerah pedalaman, tidak ada
listrik, sinyal, wartel, dan fasilitas lainnya. Jadi, kalau mau telepon kita,
Kak Dilan harus pergi ke kota dulu.”
Tiba-tiba
telepon berdering. Rara lekas mengangkat telepon itu. Suara Kak Dilan menyapa.
Rara berteriak girang.
“Kak
Dilan harus pulang! Kalau tidak, Rara tidak mau ngomong sama Kakak lagi!”
“Rara
jangan ngambek, dong! Kak Dilan kangen sekali suara imut Rara.” bujuk Kak Dilan
di sambungan telepon. “Kakak mau cerita. Hari ini, Kakak senang sekali,
akhirnya Bonai tersenyum.”
“Siapa
itu Bonai?” tanya Rara penasaran.
“Bonai
itu salah satu pasien Kakak. Dia terkena malaria. Syukurlah, sekarang ia sudah
sembuh. Tempat yang Kakak tinggali ini banyak sekali penduduk yang meninggal
karena malaria. Soalnya, jarak dari sini ke rumah sakit sangat ... jauh. Jadi
mereka telat ditangani.” cerita Kak Dilan.
“Kasihan
sekali. Berarti Kakak harus jaga kesehatan, nanti kalau Kak Dilan sakit, siapa
yang mengobati mereka?”
“Eem,
Kakak minta maaf, ya ... karena Kakak tidak ada di samping Rara.”
Rara
merasa bersalah. Seharusnya, ia mendukung Kak Dilan. Soalnya, menjadi dokter di
pedalaman adalah tugas berat dan sangat mulia. “Tidak apa-apa, Kak. Rara paham sekarang.
Dibandingkan Rara, penduduk di Weime lebih membutuhkan Kak Dilan. Kakak harus
ada di samping mereka, dan mengobati mereka sampai sembuh! Janji, ya, sama
Rara!”
“Janji!
Doain Kakak, ya!”
“Pasti,
Dokter manis! Semanis permen yang membuat orang-orang tersenyum. Rara bangga
sekali punya Kakak sehebat Kak Dilan!” seru Rara semangat. “Kalau sudah dewasa
nanti, Rara mau jadi Dokter Manis. Menyelamatkan nyawa orang lain dan membuat
mereka tersenyum!”
“Kakak
bangga sama Rara!”(*)
Hikmah
cerita:
Menjadi
dokter di pedalaman adalah pekerjaan yang berat dan sangat mulia. Dengan adanya
bantuan dokter, nyawa saudara-saudara kita di pedalaman terselamatkan. Kita
harus berterimakasih kepada jasa para dokter.
Jangan lupa tinggalin jejak cantikmu di kolom komentar :) Salam Bismillah Go!
Ara hebat! Terus berkarya menebar makna! ;)
BalasHapusKeren ceritanya😘😘😘
BalasHapus