Abdullah bin abdul kadir munsyi dan Raja Ali haji berikut 12 bigrafi dan gurindamnya (Pujangga baru)
Tokoh dan
Karya Pujangga Baru
Oleh:
Zahratul Wahdati (13410013)
1. Abdullah bin abdul kadir munsyi
Sering
disebut Abdullah Munsyi. Lahir 1796, melaka, malaca. Indonesia sudah mulai dijajah.
Meninggal di mecca, atau mekah.
Bapak
sastra melayu moderen melingkupi indonesia, malaysia, singapura. Lebih
dihormati di singapura karena salah satu orang yang menandai singapura atau
mencatat pertama kali.
Karyanya
biografi.
Sir stamford raffles,
penemu singapure. Menyuruh abdullah menerjamahkan injil
Karyanya
disebut dengan hikayah abdullah warna hijau dengan huruf bahasa arab jawi, atau
arab gundul. Teksnya tidak ada indonesia, tapi hanya di singapura. Hikayat
abdullah itu berisi hikayat dirinya. Dia menulis yang cerdas, karna menulisnya
sangat detail.
Karna
dia menguasai bahasa jawa, inggris, melayu. Rafles menyuruh menerjemahkan
karya-karya inggris untuk singgapura.
Abdullah bin Abdulkadir
Munsyi (Munshi) (Malaka, 1796 - Mekkah , 1854 (dahulu Turki sekarang Arab
Saudi) adalah seorang sastrawan Melayu.
Abdullah
merupakan peranakan Arab dan Tamil, namun dibesarkan di tengah budaya Melayu di
Melaka, yang pada saat itu baru saja dijajah Britania. Dia bekerja sebagai guru
bahasa (munsyi). Pada awalnya dia mengajarkan bahasa Melayu kepada tentara
keturunan India di garnisun Melaka, dan kemudian kepada para misionaris,
pegawai dan pebisnis Britania dan Amerika Serikat. Dia pernah bekerja untuk
Thomas Stamford Raffles sebagai juru tulis, menerjemahkan Injil serta teks
agama Kristen lainnya untuk London Missionary Society di Malaka, dan menjadi
pencetak untuk American Board of Missions di Singapura.[1] Abdullah meninggal
di Mekkah, kemungkinan karena penyakit kolera, pada saat hendak menjalankan
ibadah haji
Daftar
karya
Karya
asli
1.
Kisah Pelayaran Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
dari Singapura sampai ke Kelantan
2.
Hikayat Abdullah
3.
Kisah Pelayaran Abdullah dari Singapura
sampai ke Mekah
4.
Syair Singapura Terbakar
5.
Syair Kampung Gelam Terbakar
6.
Ceretera Kapal Asap
7.
Ceretera Haji Sabar Ali
8.
Karya terjemahan dan suntingan
9.
Hikayat Panca Tanderan
10.
Sejarah Melayu (edisi Abdullah)
2.
Raja
Ali haji berikut 12 bigrafi dan gurindamnya
Beliau
dari pulau penyengat, kota tanjungpinang kepulauan riau. Raja Ali Haji bin Raja
Haji Ahmad nama lengkap. keturunan Bugis dan Melayu.
Raja
Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji
(lahir di Selangor, ca. 1808 – meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau,
ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19
keturunan Bugis dan Melayu. Dia terkenal
sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman
Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah
yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia. Raja Ali Haji merupakan keturunan kedua (cucu) dari
Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan
juga merupakan bangsawan Bugis. Dia putra dari Raja Ahmad, yang bergelar Engku
Haji Tua setelah melakukan ziarah ke Mekah.
Fisabilillah adalah keturunan keluarga kerajaan Riau, yang merupakan
keturunan dari prajurit Bugis yang datang ke daerah tersebut pada abad
ke-18. Bundanya, Encik Hamidah binti
Malik adalah saudara sepupu dari ayahnya dan juga dari keturunan Suku Bugis.
Mahakaryanya,
Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya
berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa
pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai,
Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut
diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis
(“Bingkisan Berharga” tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan
sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat
dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian
pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga
sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai
ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis
Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat
kerajaan.
Sebagian
besar sumber menyatakan bahwa Raja Ali Haji wafat pada tahun 1872 di Pulau
Penyengat di Kepulauan Riau, tetapi
tanggal kematiannya sedang diperdebatkan setelah bukti-bukti yang tersebar
muncul untuk menentang klaim ini. Diantaranya, bukti yang terkenal adalah surat
yang ditulis pada tahun 1872 ketika Raja Ali Haji menulis surat kepada Herman
Von De Wall, seorang ahli kebudayaan Belanda, yang kemudian meninggal di
Tanjung Pinang pada tahun 1873.
Ia
ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5
November 2004.
Karya-karyanya
Puisi
1. 1847
: Gurindam Dua Belas
Buku
1. 1860s
: Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga)
2. 1865
: Silsilah Melayu dan Bugis
Karya lain
1. 1857
: Bustan al-Kathibin
2. 1850-an:
Kitab Pengetahuan Bahasa (Tidak selesai)
3. 1857
: Intizam Waza’if al-Malik
4. 1857
: Thamarat al-Mahammah
5. Gurindam
12, Raja Ali Haji
6. Posted
on 21 Oktober 2010 by kelasmayaku
GURINDAM DUA BELAS
karya:
Raja Ali Haji
Satu
Ini
Gurindam pasal yang pertama:
Barang
siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali
tiada boleh dibilangkan nama.
Barang
siapa mengenal yang empat,
Maka
ia itulah orang yang ma’rifat
Barang
siapa mengenal Allah,
Suruh
dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang
siapa mengenal diri,
Maka
telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang
siapa mengenal dunia,
Tahulah
ia barang yang teperdaya.
Barang
siapa mengenal akhirat,
Tahulah
ia dunia mudarat.
Dua
Ini
Gurindam pasal yang kedua:
Barang
siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah
ia makna takut.
Barang
siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti
rumah tiada bertiang.
Barang
siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah
mendapat dua termasa.
Barang
siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah
hartanya beroleh berkat.
Barang
siapa meninggalkan haji,
Tiadalah
ia menyempurnakan janji.
Tiga
Ini
Gurindam pasal yang ketiga:
Apabila
terpelihara mata,
Sedikitlah
cita-cita.
Apabila
terpelihara kuping,
Khabar
yang jahat tiadaiah damping.
Apabila
terpelihara lidah,
Niscaya
dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh
engkau memeliharakan tangan,
Daripada
segala berat dan ringan.
Apabila
perut terlalu penuh,
Keluarlah
fi’il yang tiada senonoh.
Anggota
tengah hendaklah ingat,
Di
situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah
peliharakan kaki,
Daripada
berjaian yang membawa rugi.
Empat
Ini
Gurindam pasal yang keempat:
Hati
itu kerajaan di daiam tubuh,
Jikalau
zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila
dengki sudah bertanah,
Datanglah
daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat
dan memuji hendaklah pikir,
Di
situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan
marah jangan dibela,
Nanti
hilang akal di kepala.
Jika
sedikitpun berbuat bohong,
Boleh
diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda
orang yang amat celaka,
Aib
dirinya tiada ia sangka.
Bakhil
jangan diberi singgah,
Itulah
perampok yang amat gagah.
Barang
siapa yang sudah besar,
Janganlah
kelakuannya membuat kasar.
Barang
siapa perkataan kotor,
Mulutnya
itu umpama ketor.
Di
mana tahu salah diri,
Jika
tidak orang lain yang berperi.
Lima
Ini
Gurindam pasal yang kelima:
Jika
hendak mengenai orang berbangsa,
Lihat
kepada budi dan bahasa,
Jika
hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat
memeliharakan yang sia-sia.
Jika
hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah
kepada kelakuan dia.
Jika
hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya
dan belajar tiadalah jemu.
Jika
hendak mengenal orang yang berakal,
Di
dalam dunia mengambil bekal.
Jika
hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat
pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Enam
Ini
Gurindam pasal yang keenam:
Cahari
olehmu akan sahabat,
Yang
boleh dijadikan obat.
Cahari
olehmu akan guru,
Yang
boleh tahukan tiap seteru.
Cahari
olehmu akan isteri,
Yang
boleh dimenyerahkan diri.
Cahari
olehmu akan kawan,
Pilih
segala orang yang setiawan.
Cahari
olehmu akan ‘abdi,
Yang
ada baik sedikit budi,
Tujuh
Ini
Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila
banyak berkata-kata,
Di
situlah jalan masuk dusta.
Apabila
banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah
landa hampirkan duka.
Apabila
kita kurang siasat,
Itulah
tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila
anak tidak dilatih,
Jika
besar bapanya letih.
Apabila
banyak mencela orang,
Itulah
tanda dirinya kurang.
Apabila
orang yang banyak tidur,
Sia-sia
sahajalah umur.
Apabila
mendengar akan khabar,
Menerimanya
itu hendaklah sabar.
Apabila
menengar akan aduan,
Membicarakannya
itu hendaklah cemburuan.
Apabila
perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah
segala orang mengikut.
Apabila
perkataan yang amat kasar,
Lekaslah
orang sekalian gusar.
Apabila
pekerjaan yang amat benar,
Tidak
boleh orang berbuat honar.
Delapan
Ini
Gurindam pasal yang kedelapan:
Barang
siapa khianat akan dirinya,
Apalagi
kepada lainnya.
Kepada
dirinya ia aniaya,
Orang
itu jangan engkau percaya.
Lidah
yang suka membenarkan dirinya,
Daripada
yang lain dapat kesalahannya.
Daripada
memuji diri hendaklah sabar,
Biar
dan pada orang datangnya khabar.
Orang
yang suka menampakkan jasa,
Setengah
daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan
diri sembunyikan,
Kebaikan
diri diamkan.
Keaiban
orang jangan dibuka,
Keaiban
diri hendaklah sangka.
Sembilan
Ini
Gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu
pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,
Bukannya
manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan
seorang perempuan tua,
Itulah
iblis punya penggawa.
Kepada
segaia hamba-hamba raja,
Di
situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan
orang yang muda-muda,
Di
situlah syaitan tempat bergoda.
Perkumpulan
laki-laki dengan perempuan,
Di
situlah syaitan punya jamuan.
Adapun
orang tua yang hemat,
Syaitan
tak suka membuat sahabat
Jika
orang muda kuat berguru,
Dengan
syaitan jadi berseteru.
Sepuluh
Ini
Gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan
bapa jangan durhaka,
Supaya
Allah tidak murka.
Dengan
ibu hendaklah hormat,
Supaya
badan dapat selamat.
Dengan
anak janganlah lalai,
Supaya
boleh naik ke tengah balai.
Dengan
kawan hendaklah adil,
Supaya
tangannya jadi kapil.
Sebelas
Ini
Gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah
berjasa,
Kepada
yang sebangsa.
Hendaklah
jadi kepala,
Buang
perangai yang cela.
Hendaklah
memegang amanat,
Buanglah
khianat.
Hendak
marah,
Dahulukan
hujjah.
Hendak
dimalui,
Jangan
memalui.
Hendak
ramai,
Murahkan
perangai.
Duabelas
Ini
Gurindam pasal yang kedua belas:
Raja
mufakat dengan menteri,
Seperti
kebun berpagarkan duri.
Betul
hati kepada raja,
Tanda
jadi sebarang kerja.
Hukum
‘adil atas rakyat,
Tanda
raja beroleh ‘inayat.
Kasihkan
orang yang berilmu,
Tanda
rahmat atas dirimu.
Hormat
akan orang yang pandai,
Tanda
mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan
dirinya mati,
Itulah
asal berbuat bakti.
Akhirat
itu terlalu nyata,
Kepada
hati yang tidak buta.
Tamatlah
Gurindam yang duabelas pasal yaitu karangan kita Raja Ali Haji pada tahun
Hijrah Nabi kita seribu dua ratus enam puluh tiga likur hari bulan Rajab Selasa
jam pukul lima, Negeri Riau, Pulau Penyengat.
Keterangan
:
Bakhil
; kikir atau pelit
Balai
: rumah tempat menanti raja (di antara kediaman raja-raja)
Bachri
: hal mengenai lautan (luas)
Berperi
: berkata-kata
Cindai
: kain sutra yang berbunga-bunga
Damping
: dekat, karib, atau akrab
Fi’il
: tingkah laku, perbuatan
Hujjah
: tanda, bukti, atau alasan
Inayat
: pertolongan atau bantuan
Kafill
: majikan atau orang yang menanggung kerja
Kasa
: kain putih yang halus
Ketor
: tempat ludah (ketika makan sirih), peludahan
Ma’rifat
: tingkat penyerahan diri kepada Tuhan yang setahap demi setahap sampai pada
tingkat keyakinan yang kuat
Menyalah
: melakukan kesalahan
Mudarat
: sesuatu yang tidak menguntungkan atau tidak berguna
Pekong
: (pekung) penyakit kulit yang berbau busuk
Penggawa
: kepala pasukan, kepala desa
Perangai
: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan
Senonoh
: perkataan, perbuatan, atau penampilan yang tidak patut (tidak sopan)
Tegah
: menghentikan
Teperdaya
: tertipu
Termasa
: tamasya
0 komentar:
Posting Komentar